Miftakhul Ulum - B91219116
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99
CAHAYA DI LANGIT EROPA: PERJALANAN JEJAK ISLAM DI EROPA KARYA HANUM SALSABIELA
RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA
Dosen
Pengampu:
Drs. Masduqi Affandi, M.Pd.I
Disusun
Oleh:
Miftakhul Ulum
(B91218116)
KELAS
A2
PROGRAM
STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan hal penting yang membutuhkan perhatian besar dari berbagai pihak.
Pendidikan diharapkan mampu membangun pribadi yang berkarakter pada setiap
individu yang mengenyamnya. Selain itu adanya pendidikan dibutuhkan demi
terciptanya kerukunan antar manusia dalam suatu negara yang multikultural
layaknya Indonesia. Tanpa adanya pendidikan dalam suatu negara, kehidupan
bermasyarakat menjadi kurangterarah sehingga berakibat minimnya keharmonisan
dalam bersosialisasi.
Keberlangsungan
pendidikan berfungsi untuk menentukan cara pandang dan pola pikir setiap
manusia yang mengenyamnya baik secara formal, informal,maupun non formal jika
ditelisik dari dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan secara umum adalah menciptakan individu yang memiliki kecerdasan daketerampilan
yang dibutuhkan baik diri sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara serta memliki
kekuatan spiritual keagamaan dan akhlak mulia sebagai pengendalidirinya
sehingga tercipta keharmonisan antar manusia. Lebih mengerucut lagi, pendidikan
yang benar-benar mampu memberikan batasan-batasan nyata bagi manusia dalam
menjalani hidup ialah pendidikan islam.
Pendidikan
Islam adalah pendidikan yang isi maupun prosesnya bernuansa islami. Dari hal
inilah kita harus mengerti pentingnya pendidikan islam, seorang guru yang
kreatif dapat menggunakan beberapa novel yang isinya berkaitan dengan
materi-materi yang diajarkan dikelas sebagai sumber dan media dalam proses
mengajar. Novel yang baik tidak hanya
memiliki fungsi sebagai media hiburan namun juga harus terkandung
nilai-nilai pendidikan bagi para pembacanya. Selain itu senuah novel yang
berkualitas juga mampu menjadi media dalam penyebaran dakwah sebuah agama.
Begitu pun novel 99 Cahaya di Langit
Eropa: Perjalanan Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra yang berkisah mengenai agama Islam sebagai agama Rahmatan lil
alamin. Novel tersebut mengisahakan pengalaman Hanum dan Rangga yang melihat
kenyataan bahwa saat ini nilai-nilai Islam dan visi Islam sebagai agama
Rahmatan lil alamin sudah mulai luntur.
Dengan
melihat isi dari novel karya Hnum dan Rangga yang mengandung banyak pelajaran
disamping kelebihan dan kekurangannya maka penulis mencoba mengangkatnya
sebagai objek penelitian dengan judul “ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM
NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA: PERJALANAN JEJAK ISLAM DI EROPA KARYA HANUM
SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA”.
B.
Objek Kajian
a. Kajian material
Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dalam pesan dakwah melalui buku.
b. Kajian Formal
Makna
pesan yang dianalisis dengan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung
dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa:
Perjalanan Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra.
C.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah berisi penegasan mengenai pertanyaan-pertanyaanyang hendak dicarikan
jawabannya melalui penelitian . di dalamnya mencakupkeseluruhan ruang lingkup
masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah
1. Apa makna pesan yang terkandung dalam
nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel
99 Cahaya dilangit Eropa karya Hanum dan Rangga.
D.
Tujuan Penulis
Adapun
tujuan penelitian:
1. Untuk mengetahui pesan makna yang
terkandung dalam nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99 cahaya dilangi
Eropa karya Hanum dan Rangga.
E. Kontribusi
Ada 3
manfaat yang dapat diambil dari penelitian dalam pesan dakwah dalam Novel 99
Cahaya di Langit Eropa karya Hanum dan Rangga.
1.
Bagi masyarakat umum, dapat menambah wawasan dan juga meningkatkan
hubungan muamalah yang baik
2.
Bagi praktisi dakwah, buku merupakan media dakwah yang sangat
efektif untuk dijadikan media dakwah alternatif masa kini dan yang akan datang.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, setidaknya buku merupakan salah satu
media seni masa kini memilih banyak peran dalam mempengaruhi dan membentuk
masyarakat berdasarkan muatan dibaliknya.
3.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharap dapat digunakan sebagai
rekomendasi untuk program atau kebijakan dan dipublikasikan pada masyarakat
serta menambah wawasan dan pengalaman.
F.
Tesis Stetmen
Dalam
penelitian ini, peneliti ingin menemukan nilai-nilai pendidikan Islam yang
terkandung dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Novel ini pun dapat mengingatkan sejarah peradaban Islam
yang ada di eropa.
A.
Paradigma Narturalis
Buku adalah jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak ilmu yang
akan kita dapatkan. Banyak orang berrilmu membagi ilmu yang dikuasainya dengan
menuliskannya dalam bentuk buku atau karya sastra. Dari membaca buku kita akan
tahu ilmu yang dibagikannya. Semakin banyak membaca isi bukunya, maka semakin
banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Kitapun mengambil pelajaran penting dari
apa yang dituliskan oleh sang penulis yang sangat member inofasi, terkadang
kita juga akan terhanyut dengan apa-apa yang telah disampaikan oleh sang
penulis melalui karyanya.
Buku menjadi jendali ilmu benar-benar terasa karena, dengan
banyaknya buku yang kita baca akan banyak pula khasanah pengetahuan baru yang
diperoleh. Buku juga membantu menemukan hal-hal baru yang tadinya tidak tahu
menjadi tahu. Salah satu manfaat membaca adalah wawasan berpikir seseorang akan
menjadi bertambah. Seseorang akan menjadi bijak dalam menghadapi persoalan
hidup.
Berbagai macam ilmu dituliskan ke dalam sebuah buku. Bila sang
penulis menuliskannnya dengan baik dalam sebuah buku, maka siapa saja yang
membaca tulisannya akan terarahkan, dan mendapatkan pengetahuan baru berupa
pengalaman hidup. Baca buku sama dengan halnya membuka dunia. Bukan hanya
jendela ilmu saja yang kita dapatkan, tapi kita mampu berkeliling dunia dengan
hanya membaca buku. Akan banyak pengetahuan baru yang akan kita dapatkan dari
tokoh-tokoh dunia yang menginspirasi kitapun bisa mengambil pelajaran penting
dari mereka yang berhasil menjadi pemimpin yang arif dan bijaksana.
B.
Landasan Teori Konstruksi
Manusia selalu
bertindak sebgai agen dalam mengkonstruksikan
realitas kehidupan sosial. Teori ini memunculkan teori interaksionisme dan juga
muncul dalam perpektif etnomenologi. Perilaku manusia secara fundamental
berbeda dengan perilaku objek alam. Manusia yang selalu bertindak sebagai agen
dalam mengkonstruksi realitas kehidupan sosial. Menurut Max Weber tindakan
individu sebagai pusat kajiannya, mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang
mengusahakan pemahaman interpretative mengenai tindakan sosial. Tindakan sosial
berhubungan dengan rasionalitas, pola rasionalitas yang ada tidak sekedar
bagian dari individu tapi meluas ke dalam masyarakat.
Manusia
mengkonstruk realitas sosial meskipun melalui proses subjektif namun dapat
berubah menjadi objektif. Proses konstruktif melalui pembiasaan tindakan. Teori
konstruksi sosial lebih mengembangkan antara struktur masyarakat dan individu
dibandingkan dengan fenomenologi. Rekonstruksi dan sintesanya mengandung bias
karena cenderung hanya membongkar struktur logika sebagai prespektif teoritik.
C.
Sistematik Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, untuk lebih mudah memahami
penulisan ini, maka disusunlah sistematika pembahasan, antara lain:
BAB
I: PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini
berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat
penelitian, objek kajian, kontribusi, thesis statement, paradigm naturalis,
landasan teori konstruksi, dan sistematika penulisan.
BAB
II: KAJIAN PUSTAKA
Pada
bab ini peneliti memaparkan teori-teori yang berkaitan dengan pengertian
pendidikan islam, aspek-aspek pendidikan Islam, pengertian novel, dan sekilas
mengenai movel 99 Cahaya di Langit Eropa
: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa. Selain itu peneliti juga
menjelaskan mengenai kondisi geografis Eropa, masuknya Islam di Eropa dan
penyebaran ilmu pengetahuan di Eropa.
BAB
III: PENDIDIKAN KARAKTER
Pada bab ini
berisikan tentang deskripsi pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, fungsi
pendidikan Islam, media pendidikan Islam, macam-macam pendidikan Islam
yang berisi tentang nilai-nilai
pendidikan Islam dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesame, lingkungan, kebangsaan.
BAB
IV: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL
99 CAHAYA DI LANGIT EROPA: PERJALANAN JEJAK
ISLAM DI EROPA
Dalam bab ini akan
membahas pendidikan Islam dakam novel 99
Cahaya di Langit Eropa , dan relevansi nilai-nilai pendidikan
karakter dalam novel 99 Cahaya di Langit
Eropa dengan praktek pedidikan
karakter masa kini.
BAB
V: PENUTUP
Dalam bab ini berisikan
kesimpulan, saran, dan kritik yang merupakan jawaban langsung dari permasalahan
yang ada.
BAB II
BIOGRAFI PENULIS DAN MATERI NOVEL 99 CAHAYA DILANGIT EROPA
A. Biografi
Penulis
Hanum Salsabiela Rais (lahir di Yogyakarta, 12 April 1982; umur 37 tahun) adalah mantan presenter berita Reportase di Trans TV. Hanum merupakan putri
dari Amien Rais.
Ia menempuh pendidikan dasar Muhammadiyah di Yogyakarta hingga mendapat gelar
Dokter Gigi dari FKG Universitas Gajah Mada. Hanum menjadi jurnalis dan presenter di Trans TV.
Ia ikut berangkat ke Eropa ketika suaminya, Rangga Almahendra, seorang dosen dari Fakultas
Ekonomika dan Bisnis UGMmelanjutkan kuliah di sana. Di sana, Hanum bekerja untuk
proyek video podcast Executive Academy di WU Vienna selama 2 tahun. Ia juga
tercatat sebagai koresponden detik.com bagi kawasan Eropa dan sekitarnya.
Tahun 2010, Hanum menerbitkan buku
pertamanya berjudul Menapak Jejak
Amien Rais: Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta. Sebuah
novel biografi tentang kepemimpinan, keluarga, dan mutiara hidup. Setelah itu,
ia menerbitkan buku Berjalan di Atas Cahaya dan 99 Cahaya di Langit Eropa yang
kemudian diadaptasi menjadi film 99 Cahaya di Langit Eropa dan 99 Cahaya di Langit Eropa Part 2.
B. Materi Novel 99
Cahaya dilangit Eropa
Novel “99 Cahaya Di Langit Eropa (Perjalanan Menapak
Jejak Islam di Eropa)” karya dari Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra
memiliki tema menapak jejak islam di Eropa. Buku ini berisi kisah-kisah
perjalanan kedua penulis selama berada di Eropa. Hanum dan Rangga tinggal
selama 3 tahun di eropa saat rangga mendapat beasiswa program doktoral di
Universitas di Austria. Keduanya berkesempatan menjelajahi eropa dan menemukan
keindahan eropa yang tidak sekadar hanya Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser
Mozart, Stadion Sepakbola San Siro, Colloseum Roma atau gondola-gondola di
Venezia. Namun, mereka menemukan keindahan lain dari Eropa, mereka menjelajah
sejarah dan menemukan bahwa Islam pernah berjaya di tanah itu. Eropa dan islam
pernah menjadi pasangan serasi. Namun, ketamakan manusia membuat dinasti itu
runtuh. Melalui buku ini, penulis ingin menceritakan tentang beberapa tempat
dimana islam mempunyai kisah yang cukup menarik didalamnya. Kisah-kisah dari
beberapa tempat didalamnya yang bisa membuat penulis dan pembaca enggan untuk
melakukan kesalahan yang sama. Tempat itu antara lain Wina (austria), Paris
(Perancis), Granada dan Cordoba (andalusia/Spanyol), dan Istanbul (turki).
Selama kursus itulah hanum berkenalan dengan Fatma,
wanita asal Turki yang berhasil menggugah jiwa kelana hanum untuk menyusuri
jejak islam di eropa. Fatma yang notabene hanya seorang ibu rumah tangga
ternyata memiliki wawasan luas tentang sejarah Islam di eropa. Bukan hanya itu,
kebesaran hati seorang fatma yang menerima cerca dari kalangan non muslim
menyadarkan hanum, bahwa Islam seharusnya dimaknai luar dan dalam. Bukan
sekedar casing yang islam, namun jiwa dan pikiran kaum bar-bar. Sayangnya fatma
tiba-tiba menghilang setelah mereka mengikat janji akan berkelana bersama
menapaki jejak islam yang ada di Spanyol, Perancis, dan Turki yang pernah
berjaya pada masanya. Demi memenuhi janji itu hanum kemudian mulai menjelajah
sendiri bersama suami.
Tempat kedua yang diceritakan penulis adalah Paris,
Perancis. Kota ini dikenal City of lights, yang berarti pusat peradaban Eropa.
Di Paris, Hanum bertemu dengan seorang mualaf, Marion Latimer yang bekerja
sebagai ilmuwan di Arab World Institute Paris. Marion menunjukkan kepada
penulis bahwa Eropa adalah pantulan cahaya kebesaran Islam. Eropa menyimpan
harta karun sejarah Islam yang luar biasa berharganya. Seperti kufic-kufic pada
keramik yang berada di musse louvre. Yang lebih mencengangkan Hanum, pada
lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus, hijab yang dipakai Bunda Maria bertakhtakan
kalimat tauhid, Laa ilaaha illallah. Selain benda-benda ‘kecil’ didalam musee
louvre, Marion juga memberi tahu tentang Voie Triomphale atau Jalan kemenangan
yang dibuat Napoleon Bonaparte, tempat dua gerbang kemenangan (arc du triomphe)
yang sangat megah. menurut Marion, bila ditarik garis lurus imajiner maka akan
menghadap arah kiblat. Mungkin akan menjadi konspirasi apabila Eropa mengakui
Napoleon beragama Islam, tapi kedekatan beliau dengan Islam tak terbantahkan.
Selain itu, Jenderal kepercayaan Napoleon, Francois Menou mengucapkan Syahadat
setelah menaklukan mesir dan syariat-syariat islam juga menginspirasi
Napoleonic Code.
Setelah ke Paris, mereka selanjutnya menjelajahi Cordoba
dan Granada. Dua kota di andalusia yang menurut beberapa ahli adalah True City
of Lights. Cordoba merupakan ibukota Andalusia dimana peradaban Eropa dimulai.
Pada kota ini berkembang ilmu pengetahuan dan menginspirasi kota-kota lain di
Eropa. Pada masa keemasan itu, Cordoba bukan negara islam seluruhnya, namun
toleransi antar agama menjadi suatu landasan kuat hingga menjadi kota yang
sangat dikagumi sekaligus membuat iri kota- kota lain. di Cordoba terdapat
Mezquita, yaitu masjid besar yang menjadi Kathedral setelah jatuh ke tangan
Raja Ferdinand dan ratu Isabela. Sementara itu Granada adalah kota terkahir
dimana islam takluk di daratan Eropa. di Granada terdapat benteng megah yang
menjelaskan betapa megahnya Islam di masa keemasan.
Selanjutnya mereka berkesempatan menjelajahi Istanbul.
Istanbul / kontatinopel adalah saksi sejarah dimana Islam pernah memiliki masa
keemasan. Pada masa itu, luas wilayah Islam lebih luas dari kerajaan Romawi.
Namun, di Turki tidak ditinggalkan istana yang megah, bukan karena tidak mampu melainkan
karena Sultan mereka mencontohkan kesederhanaan. Sesuatu hal yang mulai
dilupakan pemimpin-pemimpin saat ini. Di Turki juga terdapat Hagia Sophia,
bekas gereja besar dan sempat dijadikan masjid. Namun kini telah dijadikan
museum oleh pemerintah Turki.
BAB III
PENDIDIKAN KARAKTER
A. Deskripsi Pendidikan Karakter
Karakter adalah suatu
hal yang unik hanya ada pada individual atau pun pada suatu kelompok, bangsa.
Karakter merupakan landasan dari kesadaran budaya, kecerdasan budaya dan
merupakan pula perekat budaya. Sedangkan nilai dari sebuah karakter digali dan
dikembangkan melalui budaya masyarakat itu sendiri. Terdapat empat modal
strategis yaitu sumber daya manusia, modal cultural, modal kelembagaan, serta
sumber daya pengetahuan. Keempat modal tersebut penting bagi penciptaan pola
pikir yang memiliki keunggulan kompetitif sebagai suatu bangsa (Narwanti,
2011:27).
Dari pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan dan pendidikan karakter tidak dapat
dipisahkan serta saling berkaitan. Pelaksanaan pendidikan karakter dan
penerapannya dalam dunia pendidikan Islam sangatlah diperlukan. Pendidikan
karakter disebut pendidikan akhlak, sebagai pendidikan nilai moralitas manusia
yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata, proses pembentukan nilai dan
sikap yang didasari pada pengetahuan serta nilai moralitas yang bertujuan
menjadikan manusia yang utuh atau insan kamil.
Pendidikan karakter dan
istilah yang sejenis telah lama dibicarakan oleh berbagai pihak dalam kaitannya
dengan generasi Indonesia seperti apa yang hendak dihasilkan untuk menggantikan
generasi berikutnya. Tentu saja perbincangan mengenai pendidikan karakter telah
ada pula sebelum kemerdekaan atau sebelum terbentuknya Republik Indonesia.
Pada tahun 2000-an,
pendidikan karakter mulai marak dibicarakan lagi. Pendidikan karakter merupakan
suatu istilah yang pada tahun-tahun terakhir ini cukup sering dilekatkan dengan
Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, aklak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Ismadi,
2014: 1-2).
Menurut Koentjaraningrat
dan Mochtar Lubis, karakter bangsa Indonesia yaitu meremehkan mutu, suka
menerabas, tidak percaya diri sendiri, tidak berdisiplin, mengabaikan tanggung
jawab, hipoktit, lemah kreativitas, etos kerja buruk, suka feodalisme, dan tak
punya malu. Karakter lemah tersebut menjadi realitas dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Nilainilai tersebut sudah ada sejak Indonesia masih dijajah bangsa asing
beratusratus tahun yang lalu. Karakter tersebut akhirnya mengkristalisasi pada
masyarakat Indonesia. Bahkan ketika bangsa ini sudah merdekapun karakter
tersebut masih melekat (Listyarti, 2012: 4-5).
Kondisi inilah yang
kemudian melatarbelakangi lahirnya pendidikan karakter oleh Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai tahun 2011,seluruh tingkat pendidikan di
Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter. Apa sajakah 18 nilai-nilai
yang terkandung dalam pendidikan berkarakter bangsa yaitu religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab.
B. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Menurut presiden Susilo
Bambang Yudhoyono lima hal dasar yang menjadi tujuan Gerakan Nasional
Pendidikan Karakter. Gerakan tersebut dihadapkan mencintai manusia Indonesia
yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Lima hal dasar
tersebut adalah:
1. Manusia Indonesia
harus bermoral, berahlak, dan berperilaku baik. Oleh karena itu, masyarakat
dihimbau menjadi masyarakat religius yang anti kekerasan.
2. Bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang cerdas dan rasional. Berpengetahuan dan memiliki daya nalar
tinggi.
3. Bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang inovatif dan mengejar kemajuan serta bekerja keras mengubah
keadaan
4. Harus bisa memperkuat
semangat. Seberat apapun masalah yang dihadapi jawabannya selalu ada.
5. Manusia Indonesia
harus menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa dan negara serta tanag
airnya.
C. Fungsi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter
berfungsi: pertama, mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran
baik, dan berperilaku baik. Kedua, memperkuat dan membangun perilaku bangsa
yang multikultur. Ketiga, meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia. Di antara fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1. Pengembangan potensi
peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik, ini bagi peserta didik
yang telah mamiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter
bangsa.
2. Perbaikan,
memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.
3. . Penyaring, untuk
menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
D. Media Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter
dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat sipil, masyarakat politik,pemerintah, dunia usaha, dan media masa.
Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama bagi seorang individu, melalui
pendengaran, penglihatan, serta pengamatan. Disinilah peran orangtua untuk
turut membangun karakter positif bagi anak.
Sekolah, sebagai
organisasi pendidikan formal, membantu seorang individu belajar dan berkembang.
Sekolah tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan yang bertujuan
mengembangkan intelektual saja, tetapi juga mempengaruhi kemandirian, tanggung
jawab, dan tata tertib. Melalui sekolah dapat pula memfasilitasi pembentukan
kepribadian siswa sesuai nilai dan norma, mewariskan nilai-nilai budaya, serta
mendorong partisipasi demokrasi masyarakat.
Media massa terdiri atas
media cetak, dan media elektronik. Media massa memiliki peranan penting dalam
proses sosialisasi. Kehadiran media massa sangat mempengarui tindakan dan sikap
angota masyarakat terutama anak-anak. Nilai-nilai dan norma yang disampaikan
akan tertanam dalam diri anak melalui penglihatan maupun pendengaran yang
dilihat dalam acara. Oleh karena itu, media massa bisa menjadi media yang
efektif dan strategis untuk menyampaikan dan menanamkan nilai-nilai positif.
E. Macam-macam Pendidikan Karakter
Dari nilai-nilai
pendidikan karakter tersebut dikelompokkan menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai
pendidikan karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) nilai-nilai
pendidikan karakter dalam hubunganya dengan diri sendiri, (3) nilai-nilai
pendidikan karakter dalam hubungannya dengan sesama, (4) nilai-nilai pendidikan
karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, dan (5) nilai-nilai pendidikan
karakter dalam hubungannya dengan kebangsaan. Rincian nilai-nilai pendidikan
karakter tersebut adalah sebagai berikut:
1. Nilai-nilai
Pendidikan Karakter dalam Hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan karakter
dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa yaitu religius. Religius merupakan
sarana ibadah yang mendekatkan manusia dengan hal di luar jangkauannya, yang
memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia dalam mempertahankan
moralnya. Religius
Religius adalah proses
mengikat kembali atau bisa dikatakan dengan tradisi, sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan
(Listyarti, 2012: 5). Berkaitan dengan nilai di atas yaitu segala pikiran,
perkataan, dan perbuatan seseorang yang diupayakan dan dilakukan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agama.
2. Nilai-nilai Pendidikan
Karakter dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri.
Nilai pendidikan
karakter yang berhubungan dengan diri sendiri terdapat delapan karakter
diantaranya sebagai berikut: jujur, tanggung jawab, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, dan gemar membaca.
a. Jujur
Jujur adalah perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan (Listyarti, 2012: 6). Jujur
merupakan sifat dan sikap yang paling berharga bagi seseorang. Dengan berkata
jujur tentu merupakan hal luar biasa yang berani menegaskan yang sebenarnya.
Kesadaran akan
pentingnya jujur dalam hidup harus ditumbuhkan sejak kecil. Pendidikan dari
keluarga dan sekolah harus mementingkan kejujuran seorang anak. Sebisa mungkin
diupayakan agar anak senantiasa senang berbuat jujur.Jujur adalah berlaku benar
dan baik dalam segala perkataan maupun perbuatan. Kejujuran yang harus
diterapkan bukanlah suatu hal yang mudah, dibutuhkan kesadaran dan latihan agar
sifat tersebut benar-benar menjadi prinsip hidup. Kesadaran berawal dari
pengetahuan, seseorang harus ditanamkan pengetahuan mengenai pentingnya jujur
dan apa akibat tidak jujur.
b. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah
sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya maupun orang lain dan lingkungan
(Listyarti, 2012: 8). Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tindakan
yang dilakukannya baik yang disengaja maupun tidak, dan sudah menjadi kodrat
manusia dibebani suatu tanggung jawab karena ia menyadari akibat baik dan buruk
perbuatannya. Maka seseorang harus bertanggung jawab terhadap apa yang sudah
diberikan atau dibebankan kepadanya, dan melaksanakan kewajibannya itu dengan
baik dan benar.
Manusia bertanggung
jawab terhadap tindakan mereka. Manusia menanggung akibat dari perbuatannya dan
mengukurnya pada berbagai norma, di antaranya adalah nurani sendiri dan standar
nilai setiap pribadi. Norma-norma nilai ini dapat dibentuk dengan berbagai
macam cara.
c. Disiplin
Disiplin adalah tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan (Listyarti, 2012: 6).Pada dasarnya disiplin muncul dari kebiasaan
hidup dan kehidupan belajar dan mengajar yang teratur serta mencintai dan
menghargai pekerjaannya. Disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan
yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
Disiplin sangat penting
dan dibutuhkan oleh setiap orang, karena berfungsi sebagai alat menyesuaikan
diri dalam lingkungan yang ada. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan
sikap, perilaku, dan tata tertib kehidupan berdisiplin yang akan mengantar
seseorang menuju kesuksesannya.
d. Kerja Keras
Kerja keras adalah
perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
(Listyarti, 2012: 6). Kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa
mengenal lelah dan selalu mengutamakan kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang
dilakukan. Bekerja keras mempunyai sifat yang bersungguh-sungguh untuk mencapai
sasaran yang ingin dicapai, dapat memanfaatkan waktu secara optimal sehingga
terkadang tidak mengenal waktu, jarak, dan kesulitan yang dihadapi dengan
semangat yang tinggi untu meraih hasil yang baik dan maksimal.
e. Kreatif
Kreatif adalah berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimilikinya (Listyarti, 2012: 6). Nilai kreatif ini mengandung arti
pengungkapan ide-ide seseorang terhadap suatu cara atau suatu pekerjaan yang
menghasilkan inovasi baru. Kreatif merupakan suatu kemampuan untuk memahami,
mengintrepretasi pengalaman dan memecahkan masalah dengan cara yang baru
sehingga dapat menciptakan ide-ide yang dapat berkembang.
f. Mandiri
Mandiri adalah sikap dan
perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas (Listyarti, 2012: 6). Kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan
seseorang untuk bertindak bebas melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan
kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga
dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan
dari orang lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang
telah di ambil.
Lingkungan kehidupan
yang dihadapi individu sangat mempengaruhi kepribadian seseorang, lingkungan
keluarga dan masyarakat yang baik akan membentuk kepribadian dalam hal ini
adalah kemandiriannya. Sikap orang tua yang tidak memanjakan anak akan
menyebabkan anak berkembang secara wajar dan sebaliknya anak yang dimanjakan
akan mengalami kesukaran dalam hal kemandiriannya.
g. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang
selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar (Listyarti, 2012: 6). Manusia adalah
makhluk yangsempurna diciptakan Tuhan di muka bumi ini. Karena dianugerahkan
dengan berbagai alat indera dan akal pikiran. Sudah menjadi kodrat dari manusia
memiliki rasa ingin tahu, menyebabkan manusia selalu berfikir dalam rangka
mempertahankan kehidupannya. Manusia merupakan makhluk yang dapat dan akan
selalu berfikir. Mereka akan selalu memiliki hasrat rasa ingin tahu.
Rasa ingin tahu
merupakan naluri alami, rasa ingin tahu menganugerahkan manfaat kelangsungan
hidup manusia. Semua orang pemikir besar, para jenius, adalah orang-orang
dengan karakter penuh rasa ingin tahu. Nilai rasa ingin tahu ini merupakan
cerminan keaktifan seseorang dalam mempelajari sesuatu untuk menambah
pengetahuan atau pemahaman seseorang.
h. Gemar Membaca
Gemar membaca adalah
kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya (Listyarti, 2012: 7). Membaca merupakan suatu media
belajar yang sangat efektif di dalam pendidikan. Dengan banyak membaca maka
akan memperoleh suatu ilmu yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang tidak
suka membaca. Seseorang yang gemar membaca akan banyak mendapatkan pengetahuan
dalam berbagai bidang, baik dalam ilmu pengetahuan, perekonomian, maupun
sejarah sosial.
3. Nilai-nilai
Pendidikan Karakter dalam Hubungannya dengan Sesama.
Nilai pendidikan
karakter yang hubungannya dengan sesama, terdapat empat karakter yaitu:
menghargai prestasi, demokratis, peduli sosial, dan bersahabat. Penjabarannya
adalah sebagai berikut.
a. Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi
adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang
lain (Listyarti, 2012: 7). Nilai ini perlu diterapkan dalam kehidupan, karena dengan
menghargai prestasi dapat memotivasi diri sendiri dan orang lain agar dapat
maju dan berkembang.
Menghargai prestasi
adalah menghargai karya orang lain dan menghormati hasil usaha, ciptaan, dan
pemikiran. Karena dengan sikap seperti itu kehidupan akan berjalan dengan
tenteram dan damai, sehingga setiap orang akan menyadari pentingnya sikap
saling menghormati dan menghargai.
b. Demokratis
Demokratis adalah cara
berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain (Listyarti, 2012: 6). Nilai demokratis ini perlu diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, karena akan menghasilkan keseimbangan antara hak
dan kewajiban seorang individu dengan individu lain. Demokratismerupakan bentuk
atau mekanisme sistem pemerintahan suatunegara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
c. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah
sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan (Listyarti, 2012: 7). Manusia diciptakan Allah
sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang senantiasa mengadakan hubungan
dengan sesamanya. Kerja sama antara orang lain dapat terbina dengan baik
apabila masing-masing pihak memiliki kepedulian sosial. Oleh karena itu sikap
ini sangat dianjurkan dalam Islam. Sebagai makhluk sosial sudah menjadi
kewajibannya untuk memberi bantuan dan perhatian pada orang lain.
d. Bersahabat
Bersahabat adalah
tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama
dengan orang lain (Listyarti, 2012: 7). Nilai ini perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, karena sahabat merupakan seseorang yang selalu menemani
dan membantu dalam keadaan apapun, sahabat juga termasuk teman dekat yang selalu
menemani disaat seseorang senang ataupun susah.
4. Nilai-nilai Pendidikan
Karakter dalam Hubungannya dengan Lingkungan.
Nilai pendidikan
karakter yang berhubungan dengan lingkungan terdapat dua karakter, yaitu:
peduli lingkungan, dan toleransi. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
a. Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan adalah
sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi (Listyarti, 2012: 7). Peduli lingkungan merupakan suatu
sikap peduli terhadap lingkungan yang diwujudkan dalam kesediaan diri untuk
menyatakan aksi yang dapat meningkatkan dan memelihara kualitas lingkungan
dalam setiap perilaku yang berhubungan dengan lingkungan.
b. Toleransi
Toleransi adalah sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya (Listyarti, 2012: 6). Nilai
toleransi ini menjunjung tinggi rasa tenggang rasa antar sesama agama, suku,
etnis dan lainnya demi keberlangsungan kehidupan yang harmonis dan rukun.
Toleransi juga membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang tidak
sependapat dengan seseorang tanpa diganggu. Agama juga mengajarkan agar
toleransi terhadap kepercayaan lain.
5. Nilai-nilai
Pendidikan Karakter dalam Hubungannya dengan Kebangsaan.
Nilai pendidikan
karakter yang berhubungkan dengan kebangsaan terdapat tiga karakter, yaitu:
semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan cinta damai. Penjabaranya adalah
sebagai berikut.
a. Semangat
Kebangsaan
Semangat kebangsaan
adalah cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya (Listyarti, 2012:
7). Nilai ini sangat menjunjung tinggi rasa semangat kebangsaan serta
menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Semangat kebangsaan dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan di mana
kesetiaan seseorang kepada negara atas nama sebuah bangsa, memperjuangkan
kepentingan bangsanya dan mengabdikan diri kepada bangsa dan negaranya.
b. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air adalah
cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa (Listyarti, 2012: 7). Nilai ini tidak jauh berbeda
dengan nilai semangat kebangsaan, yang membedakan yaitu lebih mementingkan
kepentingan negara dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Rasa
mencintai tanah air berarti rela berkorban untuk tanah air dan membela dari
segala macam ancaman dan gangguan yang datang dari bangsa manapun.
c. Cinta Damai
Cinta damai adalah
sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan
aman atas kehadiran dirinya, diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), serta negara. (Listyarti, 2012: 7). Seseorang yang bisa
menghargai perbedaan dengan tidak menghina atau melakukan kekerasan terhadap
orang lain, cinta damai itu ketika seseorang mendapatkan suatu masalah dan
tidak menanggapinya dengan emosi, orang yang cinta damai akan menanggapi suatu
masalah dengan kepala dingin tidak membuat masalah semakin besar, karena
kedamaian itu lebih penting dari pada membuat masalah semakin besar.
BAB IV
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA: PERJALANAN JEJAK
ISLAM DI EROPA
Nilai Pendidikan
1.
Nilai Akidah Akidah adalah aspek ajaran Islam
yang membicarakan pokok keyakinan tentang Allah Sang Pencipta (Al-Khalik)
dengan alam semesta sebagai ciptaan Allah atau makhluk, termasuk bagaimana
hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan makhluk lain berupa lingkungan,
rohani, sosial, maupun jasad .
2.
Nilai Muamalah Nilai muamalah yang penulis
identifikasikan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa adalah ajakan untuk
senantiasa bersabar.
3.
Nilai Ibadah
adalah Ajakan untuk mendirikan shalat Keimanan individu pada sesuatu yang gaib
atau kepada Tuhanmembawa konsekuensi penghambaan, penyerahan dan ketundukan
yang ketiganya dirangkai dalam satu kegiatan yang disebut dengan ibadah (ritual
prayer). Ibadah merupakan bentuk aktualisasi diri yang fitri dan hakiki, sebab
penciptaan manusia didesain untuk beribadah kepada Tuhannya. Ibadah dalam Islam
banyak jenisnya, tetapi ibadah yang merepresentasikan seluruh kepribadian
manusia adalah shalat, karena ia yang membedakan hamba yang muslim dan yang
kafir
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengkaji dan menganalisis nilai-nilai pendidikan Islam
dan telaah aspek unsur-unsur pendidikan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa
maka dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Novel 99 cahaya ini merupakan novel Islami yang berisi tentang
menjadi agen muslim yang menebarkan kebaikan dan di dalamnya termuat pesapesan
sosial, keagamaan, yang mengarah pada kebesaran asma-asma Allah yang ada di
Eropa. Novel ini terdiri dari unsur-unsur pendidikan diantarnya adalah:
a. Pemberi berisi tentang kontribusi penulis novel
b. Penerima berisi tentang sasaran penulis terhadap pembaca
c. Tujuan baik berisi tentang tujuan penulisan novel
d. Cara atau jalan yang baik berisi tentang nilai dan hakikat yang
menerima/ yang memberi
e. Konteks yang positif berisi tentang pendidikan mengubah yang
negatif menjadi positif atau mengoptimalkan peran positif agar yang negatif
proporsional menjadi minimal.
2. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel 99 Cahaya
di Langit Eropa secara garis besar dapat di bagi dalam tiga bagian yaitu nilai
Aqidah, Ibadah dan akhlaq.
B. Saran
Lembaga pendidikan pada umumnya dan lembaga
pendidikan Islam khususnya, ketika melakukan kegiatannya hendaklah jangan hanya
bersifat transfer of knowledge saja, tetapi lebih menekankan penanaman
nila-nilai terhadap peserta didiknya. Karena dengan nilai yang ia yakini,
seseorang akan bersikap dan melakukan tindakan. Kalau nilai tersebut nilai
positif maka positif pula tindakan yang ia lakukan, tetapi sebaliknya bila
negatif nilai yang ia yakini maka negatif pula sikap dan tindakan yang akan ia
realisasikan.
Sumber nilai yang dapat digali dalam
kehidupan salah satunya adalah melalui cerita ataupun novel-novel Islami.
Karena sifatnya yang estetis, maka akan lebih mudah dicerna dan diterima anak
didik. Oleh karena itu sudah saatnya guru melakukan inovasi dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan novel-novel religius sebagai media pendidikan.
Dengan
pesatnya pembangunan dan hebatnya arus modernisasi saat ini, guru harus
bersikap open minded terhadap segala perkembangan, termasuk segi-segi
negatifnya. Guru harus bisa memposisikan diri sebagai filter terhadap segala
macam informasi yang diterima siswa. Salah satu caranya, dengan mencoba menulis
karya-karya yang memiliki nilai edukatif untuk selanjutnya bisa dikonsumsi
siswa, agar siswa bisa belajar mandiri dengan buku-buku yang berkualitas dan
tidak terjebak dengan idealisme yang menyesatkan. Karena intensitas belajar
dengan guru lebih sedikit ketimbang belajar dengan buku, siswa bisa belajar
melalui buku dimana saja dan kapan saja, tanpa harus menunggu jam tatap muka di
kelas.
SUMBER
1.
Skripsi
Judul : 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Jejak Islam
di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penulis :Dhyna Agusningtias
1. Khutbah Jum'at yang Menggetarkan Jiwa - Menolong Agama Allah (Ustadz Abdul
Somad, Lc. MA)
Komentar
Posting Komentar