Qurrotun Nufus - B01218035






ANALISIS GAYA PENCERITAAN NOVEL “BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA” KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA (Analisis Deskripsi)






Nama:
QURROTUN NUFUS
[NIM: B01218035]
KELAS A2
Dosen:
Drs. Masduqi Affandi, M.Pd.I
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masalah Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Seperti dalam pemilihan suatu kata didalam cerita merupakan masalah yang bisa dimiliki oleh pengarang. Karena jika pemilihan kata yang salah bisa merubah persepsi dan nilai yang ada didalam sebuah karangan. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.
Sebuah karya sastra dapat berangkat dari kenyataan hidup, baik yang di alami oleh sastrawan sendiri maupun kenyataan hidup yang ada disekitar lingkungan. Semi (1988: 1) menyatakan “kehadiran karya sastra di sebabkan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat terhadap masalah manusia dan kemanusiaan dan menaruh minat terhadap dunia realitas yang berlangsung di sepanjang zaman”. Dalam menulis karya sastra setiap pengarang memiliki gaya penceritaan yang berbeda. Gaya penceritaan itu dimiliki oleh sastrawan yang menjadi ciri khas dari tulisan- tulisannya, Sumardjo dan Saini (1997:75) mengemukakan bahwa “Hasil karya sastra adalah potret pengarangnya. Gaya karangnya adalah kaca bening jiwanya”.
Pengarang yang religius akan nampak dalam karya sastranya. Didalam karyanya akan diisi atau dipenuhi dengan cerita yang berdasarkan tuntunan agama pengarang. Pengarang yang religius juga akan menambahkan sedikit kajian agamanya didalam alur ceritanya. Dan tidak hanya pengarang religius saja, orang yang matang pengalaman akan menampakkan pandangan yang matang tentang kehidupan. Dan akan meceritakan apa saja pengalaman hidupnya. Hal inilah yang menjadi ciri khas dari setiap pengarang dan menjadikan tulisannya menjadi gaya yang berbeda dengan pengarang yang lainnya.
Pada gaya penceritaan alur merupakan tulang punggung suatu cerita yang menentukan pembaca memahami keseluruhan cerita dengan segala sebab-sebab di dalamnya, disinilah pembaca dapat tenggelam atau terlarut didalam cerita yang berupa rangkaian peristiwa dalam cerita disusun oleh pengarang untuk memperkokoh dan menghidupkan cerita sehingga memiliki kekuatan sebagai kerangka pembentuk. Sastrawan juga harus cermat dalam pengaluran sebuah cerita, seperti alur cerita yang maju, mundur atau campuran, sehingga pembaca dapat memehami jalannya sebuah cerita, karna semua ini terkait dengan cara menyajikan dari hal tersebut, jika ingin memahami karya sastra yang baik dari sudut pandang ini pula pembaca dapat mengikuti jalannya cerita dan temanya. Sastrawan mengunakan gaya yang berbeda dalam penyajian tulisannya dengan menggunakan teknik pengaluran yang berbeda, hal inilah yang menjadi pendukung terbentuknya ciri khas tulisan pengarang dalam karya sastra. Peristiwa itu sebagai bagian dari penciptaan karya sastra, misalnya watak pelaku, suasana yang digambarkan, adanya puncak masalah, sarta ketegangan yang menyebabkan terjadinya konflik. Bahkan alur cerita yang susah untuk ditebak dan membuat para pembaca penasaran akan alur cerita yang dibuat oleh pengarang.
Sastra tidak sekedar bahasa yang dituliskan atau diucapkan, sastra tidak sekedar cerminan bahasa. Akan tetapi bahasa yang mengandung makna yang lebih, ia mempunyai nilai yang memperkaya rohani dan mutu kehidupan. Meski keselarasan yang ada dalam karya sastra tidak secara otomatis berhubungan dengan keselarasan yang ada dalam masyarakat tempat sastra itu lahir. Karya sastra adalah karya yang otonom, yang lebih kurang terlepas dari aspek diluar karya itu. Kritik objektif merupakan langkah awal untuk kritik-kritik selanjutnya. Maka dengan alasan tersebut dalam novel ini digunakan kritik objektif. Kritik objektif merupakan pendekatan yang menitik beratkan karya sastra sebagai struktur yang otonom, pendekatan ini mengesampingkan pengarang dan pembaca serta melepaskan karya sastra dari sosial budayanya.
Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari bahasa italia novalla, yang berarti sebuah kisah atau sepotong berita. Novel lebih panjang setidaknya 40.000 kata dan lebih kompleks di bandingkan cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Pada umumnya novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang ada pada naratif tersebut. Novel adalah bentuk karya sasra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral, dan pendidikan (Nurhadi dkk, 1981). Didalam sebuah novel biasanya pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada berbagai macam gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung didalam novel tersebut. Dalam novel juga terdapat unsur ektrinsik sama halnya dengan sastra lainnya seperti drama dan puisi.
Unsur intrinsik novel adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri, diantaranya; 1). Tokoh dan penokohan, 2). Alur dan pengaluran, 3). Latar dan pelataran. Ketiga unsur inilah yang akan di angkat untuk diteliti yaitu, melalui 3 unsur tersebut. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia yang nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya, sehingga nampak seperti sungguh ada dan terjadi. Unsur inilah yang akan menyebabkan karya sastra (novel) hadir.
Setelah membaca Beberapa kali novel ini, penulis mengetahui apa yang di sampaikan tetang novel ini, berikut gambaran novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika”. Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” diterbitkan pertama kali pada Juni 2014. Sejak kemunculan novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” mendapatkan tanggapan positif dari penikmat sastra. Tingginya apresiasi masyarakat terhadap novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” menjadikan novel tersebut masuk dalam jajaran novel psikologi islami pembangun jiwa. Hanum dan Rangga telah membuat beberapa karyanya menjadi bacaan yang bernilai di kalangan masyarakat terutama penikmat sastra. Melalui novel yang diperkaya dengan muatan budaya yang Islami, Hamun Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra seolah mengulang kesuksesan pada novel karya yang telah Ia buat sebelum novel ini seperti. “Menapak Jejak Amin Rais: Persembahan Seorang Putri untuk Ayahnya Tercinta”. Sebuah novel biografi tentang kepemimpinan, keluarga dan mutiara hidup. Setelah itu, ia menerbitkan buku “Berjalan di Atas Cahaya” dan “99 Cahaya di Langit Eropa”yang kemudian diadaptasi menjadi film “99 Cahaya di Langit Eropa”dan “99 Cahaya di Langit Eropa Part 2”.
Meskipun nilai yang mendasari novel tersebut bersumber dari Islam, berbagai kalangan kaum beragama dan berkepercayaan dapat menerimanya tanpa ada perasaan terancam.
Cerita novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” diperoleh dari mengeksplorasi kisah nyata tentang kehidupan islam di dunia. Hamun Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra mengemas novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” dengan bahasa yang sederhana imajinatif, namun tetap memperhatikan kualitas isi. Membaca novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” membuat pembaca seolah-olah melihat potret nyata yang terjadi di sekitar kita. Hal itu seperti tanggapan salah seorang penikmat novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika”, yaitu Tika (mahasiswa jurusan sastra) ia mengatakan bahwa, “Bagi pembaca muslim novel ini memberikan inspirasi bahwa Islam sebagai “rahmatan alamin”, membawa kedamaian harus dibuktikan dengan perbuatan oleh muslim itu sendiri dan bukan hanya slogan”.
Meskipun kisah yang terjadi dalam novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” didominasi umat muslim sebagai sorotan didalam penceritaannya akan tetapi umat agama lainnyapun bisa menikmati sebagai sorot pandang bagaimana Islam dan agama lainnya di luar sana. Pengamat sastra yang memberikan penilaian berkaitan dengan suksesnya novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika”. Suksesnya novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” disebabkan karna novel tersebut muncul pada saat yang tepat yaitu pada waktu masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim merasa mengalami suasana hati yang terdapat dalam novel tersebut.
Adapun penelitian lain tentang Gaya Penceritaan yang menyerupai ialah kekhasan Gaya Penceritaan NH. Dini Dalam Novel Argenteuil Hidup Memisahkan Diri yang di buat oleh Susanti Anggraeny. Dalam penelitiannya ia mendeskripsikan berapa unsur interinsik yang metode pendekatan yang di lakukan deskriptif kualitatif. Perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan yaitu Analisis Gaya penceritaan Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang mana dalam penelitian ini saya lebih menitih beratkan dalam tiga unsur yaitu gaya penceritaan tokoh, gaya penceritaan alur dan gaya penceritaan latar. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti berminat untuk menganalisis novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika”. Analisis terhadap novel “Bualan Terbelah di Langit Amerika” peneliti membatasi pada gaya penceritaan pengarang. Alasan dipilih dari segi gaya penceritaan karena novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika”diketahui banyak memberikan inspirasi bagi pembaca dan menarik dalam penceritaanya ( Kompasiana, 08 Desember 2015). Hal itu berarti ada gaya atau teknik yang di gunakan pengarang untuk memberikan kesan yang dapat diambil dan direalisasi, khususnya terhadap gaya penceritaanya, sehingga penulis tertarik untuk menulis mengenai Analisis Gaya Penceritaan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra pada Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika”.

B.     Objek Kajian

a.       Kajian Material
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dalam pesan dakwah melalui buku Bulan Terbelah di Langit Amerika.
b.      Kajian Formal
Makna pesan yang di analisis dengan Gaya penceritaan yang terkandung dalam buku Bulan Terbelah Di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

C.    Rumusan Masalah

Rumasan masalah penelitian ini sebagai berikut :
1.      Bagaimnakah gaya penceritaan tokoh pada novel berjudul “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra ?
2.      Bagaimana gaya penceritaan alur pada novel berjudul “Bulan Terbelah Dilangit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra?
3.      Bagimanakah gaya penceritaan latar pada novel berjudul “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra ?

D.    Tujuan Penelitian  

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang telah di rumuskan diatas. Namun untuk lebih jelasnya tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut :
1.      Mendeskripsikan gaya penceritaan tokoh pada novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
2.      Mendeskripsikan gaya penceritaan alur pada novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
3.      Mendeskripsikan gaya penceritaan latar pada novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

E.     Kontribusi

Ada 3 manfaat yang dapat diambil dari dalam buku Bulan Terbelah Di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra:
1.      Bagi Masyarakat umum
Menambah wawasan dan juga meningkatkan nilai keimanan
2.      Bagi Akademisi
Bagi para guru Bahasa Indonesia atau para Mahasiswa yang mengambil program studi sastra dapat dijadikan materi bahan ajar dan dapat bermanfaat sebagai bahan masukkan dalam bidang sastra yang menyangkut gaya penceritaan dan juga sebagai bahan diskusi
3.      Bagi Peneliti
hasil penelitian ini sendiri dapat menambah wawasan dan pengetahuan di bidang sastra.

F.     Tesis Stetmen
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mendeskripsikan gaya penceritaan tokoh, latar, dan alur cerita yang terkandung dalam buku atau Novel Bulan Terbelah Di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

G.    Paradigma
Paradigm yang digunakan untuk penelitian ini adalah paradigm fenomenologi karena orang yang membaca buku ini akan merasakan tersadar dengan sendirinya.

H.    Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kontruktivisme. Teori ini berarti teori yang menciptakan suatu makna dari apa yang dipelajari.

I.       Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini untuk lebih mudah memahami penulisan ini, maka disusunlah sistematika pembahasan Antara lain:

Bab I: PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, objek kajian, konstribusi, thesis statement, paradigm, teori, dan sistematika penulisan.

BAB II: BIOGRAFI PENULIS NOVEL
Bab ini menjelaskan tentang anatomi buku Bulan Terbelah Di Langit Amerika dan biografi penulis yang berisi latar belakang penulis, karya-karya penulis, tujuan penulisan buku.

BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang apa saja metode penelitian yang digunakan oleh penulis.

BAB IV: KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas alur buku, mulai dari gaya penceritaan, unsur pembangunan novel, isi novel itu sendiri

BAB V: PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan, saran dan kritik yang merupakan jawaban langsung dari permasalahan yang ada.


Sumber



1.      Skripsi

Judul : ANALISIS GAYA PENCERITAAN NOVEL “BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA” KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA
Penulis : RIRIS WIDDY HASTUTI


DAFTAR RUJUKAN
Anggraeny,Susanti.2011.” Kekhsan Gaya Penceritaan NH. Dini dalam novel Argentauil Hidup Memisahkan Diri”.Skripsi tidak diterbitkan.Jambi: Skripsi PBS FKIP UNJA

Jabrohim.2014. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Moleong, J. Lexi. 2007. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Minderop,A.

Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Yayasan Obor Indonesia Anggota IKPI DKI Jakarta.

Nurgiantoro,B.1994. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada: Universitas Press.

Rais,H.S & Almahendra,R. 2015. Bulan Terbelah Di Langit Amerika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sudjiman,Panuti.1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sumardjo,J. dan Saini, K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia.

Susanto, Dwi. 2016. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta : CAPS.

Sukada.M, 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.

Setiawan,Muhamat Agus. Gaya Penceritaan. Novel.https://bocahsastra.wordpres.com . Diakses 10 Juli 2016

Suyatno. 2009. Struktur Narasi Novel Karya Anak. Surabaya: Jaring Pena (Lini Penerbitan JP Books) Anggota IKAPI.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA 

2.1 Novel
 Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. “Novel adalah suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di sekitar kita, tidak mendalam lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai sesuatu episode” (Nurgiyantoro, 1994:16). Novel merupakan hasil karya sastra yang menceritakan kehidupan berdasarkan hasil penciptaan pengarang. Dalam pengertian yang lebih luas, Sumardjo (1994: 29) mengungkapkan, pengertian novel yaitu : Novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang lebih luas ini berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam dan seting cerita yang beragam pula. Namun, „ukuran luas‟ di sini juga tidak mutlak demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja.

Sementara itu Semi (1984: 24) memaparkan bahwa  “ Novel merupakan karya sastra
yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus”. Novel juga merupakan karya sastra yang melukiskan puncak-puncak peristiwa seseorang mengenai kejadian-kejadian luar biasa dalam kehidupannya, secara melompat-lompat dan berpindah-pindah dari berbagai peristiwa yang kemudian merubah nasib orang tersebut. Dengan demikian novel merupakan hasil karya sastra yang menceritakan kehidupan berdasarkan hasil penciptaan pengarang yang di ceritakan sesuai dengan gaya penceritaan pengarang. Menurut  Zulfahnur (1997:69) novel dilihat dari segi mutunya dibedakan atas novel literal atau serius dan novel popular. Perbedaan antara novel serius dengan novel popular yaitu dari segi : (1) ide dan pengolah ide, novel serius idenya berupa pengalaman hidup manusia yang spesifik, sedangkan novel popular novel popular mudah di pahami, dan (2) fungsi hiburan dan kegunaan, novel serius lebih “baik” di sebabkan karna mengajarkan banyak hal, sedangkan novel popular lebih “menyenangkan”. Dari jenisnya novel “Bulan Terbelah Di Langit Amerika” ini lebih mengarah ke novel Populer. 

2.2 Gaya Penceritaan 
 Gaya penceritaan pada novel merupakan ciri khas dari pengarang itu sendiri ataupun dengan kata lain gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karna pengarang tentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selara pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya. Gaya penceritaan adalah cara khas pengungkapan seseorang dalam menyampaikan cerita. Selanjutnya Sumardjo dan Saini (1997:75) mengemukakan bahwa “hasil karya sastra adalah potret pengarangnya. Orang yang matang pengalaman akan menampakkan pandangan yang matang tentang kehidupan. Gaya adalah sesuatu yang lembut, rumit, dan penuh rahasia dalam karya seni. Ciri khas pengarang ini merupakan gaya yang berbeda dengan pengarang yang lainnya.
 Seorang pengarang dalam menulis karya sastra memiliki gaya penceritaan yang berbeda. Gaya penceritaan adalah cara penyajian tulisan pengarang dalam membangun ceritanya dengan berbagai teknik penceritaan yang mencakup bagaimana pemilihan judul, teknik pembuka dan penutup cerita, teknik membangun konflik yang dapat diikuti oleh alur cerita itu sendiri. Pembaca tergantung pada cara menyajikan dari hal tersebut, jika ingin memahami novel dengan baik, dari sudut pandang ini pula pembaca dapat mengikuti jalannya cerita dan temanya.
 Dalam hal ini seorang pengarang dapat mengemas tulisannya menjadi ciri khas dari pengarang itu sendiri penceritaan karya sastra pengarang menggunakan gaya yang berbeda dalam penyajian tulisannya dengan menggunakan teknik pengaluran yang berbeda seorang pengarang dalam menuliskan karangannya pasti tidak sama dengan pengarang lainnya karna hal ini dipengaruhi oleh lingkungan masa penulisan karya sastranya. Hal inilah yang menjadi pendukung terbentuknya ciri khas tulisan pengarang dalam karya sastra. Unsur yang paling berksinambungan menjadi sebuah karya sastra, yakni bagaimana gaya penceritaan tokoh, gaya penceritaan alur, dan gaya penceritaan latar yang mempengaruhi proses maupun hasil analisis yang peneliti lakukan. 
 Gaya penceritaan terkait teknik penyajian tokoh, teknik penyajian alur dan teknik penyajian latar, bisa di gambarkan sebagai berikut. Teknik penyajian tokoh sama dengan penokohan, teknik penyajian alur sama dengan pengaluran, dan teknik penyajian latar sama dengan pelataran. Cara penyajian alur, tokoh, dan latar merupakan teknik yang digunakan yaitu teknik penokohan, teknik pengaluran, dan teknik pelataran.
 
2.3 Unsur Pembangun Novel 

 Novel adalah cerita fiksi yang melukiskan suatu peristiwa kemudian peristiwa tersebut
menimbulkan pengalaman batin yang di ungkapakannya lebih mendalam dan di sajikan dengan halus. Novel terwujud karana di susun dengan meramu berbagai unsur sastra, berbagai unsur tersebut diproses hingga menghasilkan novel yang menarik. Dalam novel terdapat dua unsur yaitu unsur  intrinsik dan unsur ektrinsik. Zulfahnur (1997:24-25) mengungkapkan bahwa:  Unsur yang membangun karya fiksi adalah unsur ektrinsik (yaitu permasalahan kehidupan filsafah, cita-cita, dan gagasan sastra latar budaya yang menopang kisahan cerita) dan unsur intrinsik (unsur dalam dari sebuah fiksi ). Unsur intrinsik ini terdiri atas tema, amanat, alur, perwatakan, sudut pandang, dan gaya.

 Novel sebagai salah satu genre karya sastra narasi imajinatif tersusun atas unsur-unsur intrinsik  yang  saling  berkaitan. Unsur-unsur intrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra yang dapat di temukan didalam teks sastra itu sendiri. Unsur intrinsik terdiri dari tokoh dan penokohan/watakan tokoh, tema dan amanat, latar, alur, sudut pandang dan gaya penceritaan. Pada bagiaan ini peneliti hanya memfokuskan tiga hal yang berpengaruh pada novel itu sendiri yaitu tokoh, latar dan alur yang  akan di paparkan di dalam gaya penceritaan pengarang pada novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” Oleh karna hal yang di jadikan objek berkaitan dengan tokoh, latar dan alur, ialah hal sebagai berikut ini :


2.3.1 Tokoh dan penokohan  
 Tokoh adalah suatu keperibadian fiksi yang mewakili suatu figur dengan predikat
penelitian tertentu baik secara fisik maupun mental. Menurut Sumardjo dan Saini (1991:144) : Tokoh adalah orang yang mempunyai karakter jelas, turut mengambil bagian dan mengalami peristiwa sebagai penentu plot, mampu memberikan kekuatan dalam irama menanjak, dan mengalami peristiwa atau sebagaian dari peristiwa-peristiwa yang di gambarkan didalam plot. Dilihat dari segi peranan atau pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, terdapat dua jenis tokoh yaitu tokoh utama dan tokoh inti. Seorang tokoh memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau pembantu.
 Sejalan dengan pengertian tokoh yang menyatakan bahwa tokoh menunjukkan pada
orang, pelaku dalam cerita, maka tokoh dapat di jelaskan dari mana tokoh itu dilihat. Dilihat dari peran, tokoh terbagai menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang di utamakan penceritanya dalam pencaritaan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan dalam pencaritaan, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang mendukung terjadinya suatu cerita. Tokoh dalam cerita bias banyak tetapi berperan sebagai tokoh utama biasanya tidak lebih dari dua orang. Tokoh lain berfungsi sebagai penegas keberadaan tokoh utamanya. Tokoh utama biasanya menjadi sentral cerita, baik protagonis ataupun antagonis.
 Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Minderop
(2005:6) menyatakan “ada beberapa cara menampilkan tokoh yakni dengan cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang (telling). Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung, kemudian dengan cara menampilkan tokoh tidak secara langsung, kemudian dengan cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melaui gambaran ucapan (showing), perbuatan dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita”. Cara penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Tokoh ditampilkan dengan pemberian watak.
 Penokohan adalah pelukisan tentang prilaku atau tokoh cerita, sedangkan watak tokoh adalah lukisan tentang karakter tokoh tersebut baik berupa lahiriah maupun batiniah yang dapat dilihat dari keadaan fisik, ucapan, tindakan, lingkungan, pandangan, keyakinan, serta aspek kehidupan lainnya yang dimunculkan dalam suatu cerita. Sumardjo dan Saini (1991:56-66) melukiskan watak tokoh dalam cerita dapat dengan cara sebagai berikut : (1) melalui perbuatan, terutama dalam menghadapai sitasi keritis, (2) melalui ucapan-ucapannya, (3) melalui gambaran fisik (4) memalui keterangan langsung yang di tulis oleh pengarang. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi satu sifat dan watak tertentu saja. Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang di ungkapkan sebagai kemungkinan kehidupannya, sisi pribadi dan jati dirinya. Karakter (watak) tokoh dapat di analisis dari beberapa aspek, yakni aspek fisikologis, psokologis dan sosiologis. Seperti yang di ungkapkan oleh Lajos Egri (dalam Sukanda, 1998: 62) menyatakan “perwatakan seorang tokoh memiliki tiga dimensi sebagai setruktur pokoknya yaitu, fisiologis, posikologis, dan sosiologis. 
 Dalam novel untuk mengenali secara lebih baik tokoh cerita, perlu identifikasi tokoh
tokoh cerita secara cermat. Nurgiyantoro (1994: 28) menerangkan usaha mengidentifikasikan tokoh-tokoh cerita melalui prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) prinsip pengulangan, (2) prinsip pengumpulan, (3) prinsip pemikiran dan pertentangan. Ketiga prinsip tersebut sangat penting hal ini dikarnakan untuk mengembangkan dan mengungkapkan sifat serta kehadiran tokoh cerita. Teknik pengulangan ini dapat menggunakan teknik analitik dan teknik dramatik baik secara sendiri maupun keduanya sekaligus.
 Cara teknik analitik yaitu pengarang secara langsung memaparkan watak tokoh
tokohnya. Misalanya , pengarang menyebutkan watak tokoh yang pemarah, otoriter, sombong, kasar, dan sebagainya. Cara dramatik yaitu watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, perilaku tokoh, bahkan penampilan fisik, lingkungan atau tempat tokoh, cara berpakaian dan pilihan nama tokoh, dan sebagainya. Cara campuran yaitu gambaran watak tokoh menggunakan cara analitik dan dramatik secara bergantian.  

2.3.2 Alur dan Pengaluran 
 Alur merupakan struktur naratif bagi seluruh cerita dan harus dapat menjalankan tugasnya dalam menyelesaikan gagasan hingga menjadi satu kesatuan cerita yang utuh didalam pengisahan. Pengertian alur adalah urutan keseimbangan peristiwa dalam sebuah cerita rekaan. 

 Kejelasan alur dalam sebuah cerita akan membuat cerita dalam novel menjadi hiburan. Menurut Sudirman (1991:31) “Alur adalah struktur rangkain kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. dengan demikian, alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun karya sastra sehingga merupakan utama cerita. Semi (1988:43-44) mengemukakan bahwa: Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakantindakan yang harus bertalian atau sama lain. Bagaimna satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimanakah tokoh di gambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semua terikat dalam kesatuan waktu. Dengan begitu, baik tidaknya sebuah alur di tentukan oleh hal-hal berikut ; (1) apakah setiap peristiwa susul menyusul dan logis dan alamiah; (2) apakah setiap peristiwa sudah cukup tergambar atau di matangkan dalam peristiwa sebelumnya; (3) apakah peristiwa itu terjadi secara kebetulan atau dengan alasan yang masuk akal atau dapat dipahami kehadirannya.
 Dalam pengertian ini, alur meruapakan jalinan peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan, kearah kelimaks dan penyelesaian. Alur seperti itu pada hakekatnya merupakan hubungan kausalitas karna hubungan yang satu dengan yang lainnya menunjukan hubungan sebab-akibat. Sebuah alur merupakan perpaduan peristiwa yang membangun sebuah cerita. 

  Bagian pertama pada sebuah alur merupakan hal yang paling terpenting dalam jalannya
pencerita, hal ini dikarnakan bagian awal pada sebuah alur merupakan awalan dari daya tariknya seorang pembaca dalam memahami dan merangsang jalannya cerita yang ditulis oleh seorang pengarang, bagian awal. Kemudian membuka kemungkinan bagi pengembangan cerita dan memancing rasa ingin tahu pembaca akan kelanjutan cerita dan menimbulkan rangsangan. Peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan, misalnya dengan kemunculan seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator, atau suatu kejadian yang merusak keadaan yang pada mulanya selaras, dan kemudian adanya gawatan munculnya masalah antara tokoh utama dengan sesuatu (misalnya masalah dengan tokoh lain, diri sendiri, nilai-nilai, lingkungan, dan lain-lain) sebagai kelanjutan dari bagian rangsangan.  

 Bagian kedua alur merupakan perkembangan masalah yang menjadi pertikaian atau perselisihan antara dua kekuatan yang bertentangan atau disebut konflik atau tikaian, ditinjau dari sudut konflik itu sendiri, klimkas merupakan titik perselisihan paling ujung yang biasa di capai oleh konfrontasi protagonist dan antagonis. Menurut Sumardjo dan Saini (1997:143) menyatakan “Dalam bagian-bagian pihak yang berlawanan atau bertentangan berhadapan atau melakukan perhitungan yang terakhir untuk menentukan didalam bentrokan itu nasib para tokoh cerita di tentukan”. Klimaks ini merupakan titik yang menentukan arah jalan cerita berikutnya. Ketiga, bagian akhir alur merupakan leraian. Perkembangan peristiwa kearah penyelesaian. Disini nampak titik terang pemecahan masalah, yaitu perselisihan yang tadinya sudah mencapai titik gawat, berangsur-angsur surut dan nampak ada jalan keluarnya. Dalam hal ini, ada kalanya diturunkan dues ex machine, yaitu orang atau barang yang muncul tiba-tiba dan memberikan pemecahan masalah. Pada bagian ini, semua masalah yang ditimbulkan oleh prakasra oleh tokoh-tokoh cerita terpecahkan dan mengambil keputusan. Bagian akhir atau penutup cerita merupakan selesaian yang bias berakhir melegahkan, bias menyedihkan, bias juga menggantung tanpa pemecahan permasalahan yang terjadi. 

Didalam cerita rekaan sebagian peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Pengaluran
dalam kesastraan sesungguhnya sama dengan menelaah unsur yang tersirat dalam karya sastra. Alur dalam sastra tidak dapat di ungkap dengan cara visual atau secara auditif. Unsur-unsur alur tersebut dikemas sedemikian rupa oleh pengarang, sehingga cerita yang dikemukakan mempengaruhi perasaaan pembaca. Untuk itu, pengarang selalu memasukkan aspek tegangan/suspance (ketidakpastian yang kian menjadi-jadi), regangan/toppings (proses penambahan ketegangan emosional). Sarana yang digunakan untuk menciptakan tegangan antara lain : dengan teknik sorot balik/ alih balik, yaitu jika urutan kronologis suatu cerita disela peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya (Sudjiman, 1986:3). Sorot balik ini bias berupa lamunan si tokoh yang mengingat masa lalu, bias pula dalam bentuk mimpi, maupun dialog antar tokoh, dengan teknik padahan yaitu pengarang memasukan butir-butir cerita yang memberi bayangan akan terjadinya sesuatu, hingga seolah-olah mempersiapkan peristiwa yang akan datang. 

 Cara penyajian alur ada beberapa teknik dalam sebuah penceritaan. Adapun cara
penyajian tersebut adalah sebagai berikut secara linear, alur maju/ alur lurus dan alur mundur, apabila suatu peristiwa dalam cerita di sampaikan secara berurutan maka disusun secara liner, jika cerita diawali dengan peristiwa pertama dalam urutan waktu terjadinya, dikatakan cerita tersebut ab ovolaur. Sedangkan jika mengalami cerita bukan peristiwa pertama dalam urutan waktu kejadian dikatakan bahwa cerita itu disusun in medias res. Penyampaian informasi pada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Jika urutan kronologis kejadian yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka dalam cerita tersebut terdapat alih balik/sorot balik/flesh back. 

Sorot balik biasanya digunakan untuk menambah tegangan/gawatan, yaitu ketidak pastian
yang berkepanjangan dan menjadi-jadi. Dalam membuat tegangan, penulis sering menciptakan regangan, yaitu proses penambah tegangan emosional, sering pula menciptakan susutan, yakni proses pengurangan ketegangan. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan adalah  padahan, yaitu penggambaran peristiwa yang akan terjadi. Dalam penceritaan pengarang menggunakan gaya yang berbeda dalam penyajian tulisannya dengan menggunakan teknik pengaluran yang berbeda hal inilah yang menjadi pendukung terbentuknya ciri khas dari
pengarang tersebut.
 Dalam uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alur dapat diungkapkan dalam berbagai
cara. Dalam alur terlihat perkembangan cerita, juga struktur urutan kejadian atau peristiwa dalam cerita yang disusun secara logis yang terjalin dalam hubungan sebab akibat. 

2.3.3 Latar dan Pelataran 

 Nurgiyantoro (1994 :219) menyatakan “Latar dalam karya fiksi tidak terlepas pada
penempatan lokasi-lokasi tertentu, atau yang sesuai yang bersifat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku ditempat yang bersangkutan”. Latar sebagai salah satu unsur pembangun dalam karya sastra memiliki hubungan dalam totalitas makna serta adanya kesatuan atau unit dari keseluruhan isi yang di paparkan pengarang. Latar atau seting mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang di ceritakan. 

Latar bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertantu tetapi juga menggambarkan lokasi geografis, termasuk topografis pemandangan. Suyatno (2009:91) menyatakan “Terhadap awal fiksi berupa latar pada umumnya berupa penyesuaian untuk pengenalan terhadap berbagai hal yang diceritakan yakni pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, waktu dan lainnya yang dapat menuntun pembaca pada situasi cerita”. Latar memberikan pijakkan secara kongkrit dan jelas. Pada umumnya pembaca hanya tertarik kepada isi cerita tanpa memperhatikan arti pentingnya keberadaan latar dalam sebuah cerita tersebut, padahal latar mempunyai peranan tertentu terhadap isi cerita. Pengarang menampilakn latar sedemikian rupa sehingga latar tidak sekedar menjadi petunjuk tetapi juga menjadi tempat penggambaran nilai-nilai yang ingin diungkapkan oleh pengarang.

Latar memberikan pijakan cerita secara kongrit dan jelas. Hal ini penting untuk
memberikan kesan realistiks kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu seolah-olah
sungguh-sungguh ada terjadi. Sehingga pembaca merasa di permudah untuk berimajinasi
disamping itu juga pembaca berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuan dengan latar, pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, merasa lebih akrab. Suyatno (2009:91) menyatakan latar adalah lingkungan yang dianggap berfungsi sebagai
metafora dan ekspersi dari tokoh nyata, kemudian berfungsi sebagai penentu pokok yang dapat dianggap sebagai penyebab fisik dan social. Latar selalu berhubungan dengan penokohan, suasana cerita atau atmosfir, alur atau plot, maupun dalam rangka mewujudkan tema suatu cerita. 
Unsur latar dapat dibedakan dalam tiga unsure pokok yakni latar tempat yang mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang di ceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas kemudian latar waktu yang berhubungan dengan masalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang di ceritakan dalam sebuah karya fiksi dan yang terakir adalah latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang di ceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks.Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi pisikologis. Sudjiman (1988:76) mengatakan “pemilihan pada latar dapat membentuk tema tertentu dengan watak-watak tertentu dan alur-alur tertentu, daerah tertentu orang-orang tertantu dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup tertentu dan cara berpikir tertentu”.

BAB III
METODE PENELITIAN

1.1  Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini tergolong jenis deskriptif-kualitatif. Deskriptif-kualitatif merupakan salah satu dari jenis penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Pengertian deskriptifkualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif  berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Moleong (2007:06) mengatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah, serta dengan memanfaatkan dengan metode yang alamiah yang salah satunya bermanfaat untuk keperluan meneliti dari segi perosnya. Data yang di analisis berkaitan dengan gaya  penceritaan tokoh, gaya penceritaan alur dan gaya penceritaan latar. Pendekatan  dalam menganalisis novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” adalah pendekatan objektif yang didukung oleh analisis isi. Pendekatan objektif bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luarnya. Kippendorff (1993 :19) menambahkan “ Analisi isi adalah teknik penelitian untuk membuat kesimpulan dengan mengidentifikasi secara sistematik dan objektif  karakteristik-karakteristik khusus dalam sebuah teks. Analisis isi digunakan karna penelitian ini difokuskan pada unsur novel yang akan diteliti yakni kekhasan gaya penceritaan pada tokoh, kekhasan gaya penceritaan pada alur, kekhasan gaya penceritaan pada latar. Sehingga kedua pendekatan baik secara objektif yang didukung oleh analisis isi saling mendukung pada penelitian ini.
1.2 Data dan Sumber Data
Data merupakan bagian yang sangat penting dalam setiap bentuk penelitian, data yang di perlukan adalah data yang berhubungan dengan tokoh,alur dan latar baik kalimat maupun  paragraf, monolog, maupun dialog pada novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra , yang menggunakan gaya penceritan dalam penceritaannya.
Sedangkan Sumber data penelitian ini adalah novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Novel ini pertamakali di terbitkan pada Mei 2014. Diterbitkan pertamakali oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, dengan ISBN 978-602-03-0545-5. Terdiri dari 344 (Tiga ratus empat puluh empat) halaman, dengan ukuran buku 13x20 cm. Perancang sampul oleh Hedry Irawan, sampul depan dari novel ini bergambar gedung-gedung dan patung Liberty selain itu juga terdapat pula tulisan “Bulan terbelah di Langit Amerika” berwarna kuning serta tertera inisial HR dan nama Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra sebagai pengarang.
1.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka yang bertujuan untuk mendapatkan bahan-bahan yang relevan, kemudian bahan tersebut digunakan sebagai acuan dan untuk mempersahih penelitian. Metode pengumpulan data dengan menggunakan teknik studi pustaka yakni peneliti sebagai intrumen kunci dalam melakukan pencatatan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer yaitu karya sastra yang berupa novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dalam rangka memeroleh data yang diinginkan, dan terhadap sumber data sekunder sasarannya berupa buku dan internet. Hasil pencatatan terhadap sumber data primer dan sumber data sekunder tersebut kemudian digunakan dalam penyusunan laporan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian.
1.4 Teknik Analisis Data
Adapun penelitian yang dianalisi merupakan ungkapan verbal makna model yang
digunakan adalah model interaktif-dealektif yang di kemukakan Miles dan Huberman (dalam
Sudaryono, 2002:133). Dalam model interaktif-dealektis, data yang di analisis berdasarkan
perinsip-perinsip sebagai berikut:
(1) Dalam analisis data, peneliti bergantung pada wacana novel yang mengandung
unsur-unsur gaya penceritaan tokoh, gaya penceritaan alur, gaya penceritaan latar.
Reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan hasil pembacaan
dan pemahaman atas sumber data.
(2) Analisis data dikerjakan berdasarkan masalah peneliti. Analisis data dilaksanakan
secara utuh, menyeluruh, sesuai dengan sumber data.
(3) Jika analisis data dirasa kurang memadai. Maka dilaksanakan kembali
pengumpulan data, reduksi data mengenai kekhasan gaya penceritaan, baik
kekhasan gaya penceritaan tokoh, gaya penceritaan alur maupun gaya penceritaan
latar dalam novel“Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela
Rais dan Rangga Almahendra. Demikian seterusnya hingga dapat menghasilkan
analisis utuh menyeluruh mengenai gaya penceritaan.
Adapun langkah yang dilakukan dalam menganalisis kekhasan gaya penceritaan tokoh,
gaya penceritaan latar dan gaya penceritaan alur tersebut adalah sebagai berikut:
 (1) Peneliti membaca dan memahami sumber data tentang gaya penceritaan tokoh. Gaya penceritaan latar dan gaya penceritaan alur. Kemudian peneliti menyeleksi dan menandai dengan kode tertentu. Peneliti menandai gaya penceritaan tokoh dengan kode (GPT), peneliti menandai gaya penceritaan alur dengan kode (GPA), dan peneliti menandai gaya penceritaan latar dengan kode (GPL). Langkah ini merupakan reduksi data tentang gaya penceritaan, baik gaya penceritaan tokoh, gaya penceritaan alur maupun gaya penceritaan latar dalam Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra,Peneliti menyajikan dan menganalisis data sesuai dengan aspek yang akan diteliti dalam novel yakni berkaitan dengan gaya penceritaan tokoh, gaya penceritaan alur, dan gaya penceritaan latar dalam novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Langkah ini merupakan sajian data.
(2) Penyajian data, setelah data ditandai kemudian data disajikan dalam tabel tabulasi
data. 
3.1 Tabel Tabulasi Data Gaya Penceritaan Tokoh Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
No. Teknik Data Analisis Data pemeriksa
1. Analitik    
2. Dramatik    

3.2 Tabel Tabulasi Data Gaya Penceritaan Alur Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
No. Struktur Alur Konvensioanl Data Analisis Data pemeriksa
1. Tahap pertikaian awal    
2. Tahap rangsangan    
3. Tahap mulai memuncak    
4. Tahap klimaks    
5. Tahap penyelesaian     



3.3 Tabel Tabulasi Data Gaya Penceritaa Latar Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.
No Gaya Penceritaan Latar Data Analisis Data Pemeriksa
1 Latar Fisik     
2 Latar Waktu    
3 Latar Sosial dan Budaya    
4 Agama    
5 Sistem Nilai Masyarakat    
6 Hukum    
 (3) Peneliti memeriksa data dan menafsirkan data terklasifikasi dan teridentifikasi dalam unsure menentukan kesatuan, kepaduan dan hubungan antara data sehingga diperoleh jawaban utuh dan menyeluruh tentang gaya penceritaan, baik gaya tokoh, gaya penceritaan alur dan gaya penceritaan latar novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. (4) Apabila langkah (1 dan 2) di pandang belum mencukupi, peneliti mengulang langkah (1 dan 2) hingga mendapatkan gambaran yang utuh dan menyeluruh.

1.5 Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini agar hasil yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.Pengecekan data temuan penelitiansejalan dengan rancangan deskriptif analitis, agar memperoleh kemantapan, kebenaran, dan kesimpulan yang meyakinkan, maka diusahakan peningkatan validitas data. Moleong (2001:171) menyatakan “ keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realitas) menurut versi positisme dan disesuaikan dengan tuntunan pengetahuan, keriteria dan paradikma sendiri.



Komentar

Postingan Populer