Moh. Izzul Islam - B91218117
PESAN DAKWAH
DALAM SYAIR-SYAIR PUISI
KARYA KH. A.
MUSTOFA BISRI
DI MEDIA SOSIAL YOUTUBE
Dosen Pengampu:
Drs. Masduqi Affandi, M.Pd.I
Peneliti:
Mohammad Izzul Islam (B91218117)
Kelas:
A2
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2019
PESAN DAKWAH
DALAM SYAIR-SYAIR PUISI
KARYA KH. A.
MUSTOFA BISRI
DI MEDIA SOSIAL YOUTUBE
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pesan dakwah adalah beberapa macam
informasi dari berbagai sumber dalam sebuah dakwah atau seruan yang bersifat kepada
ajakan positif mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Pada dasarnya, setiap
pesan dapat dijadikan sebagai pesan dakwah selama pesan tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Pesan disampaikan dengan tepat tentunya
melalui media yang tepat, bahasa yang dimengerti, sesuai dengan maksud dan
kata-kata yang sederhana, serta tujuan pesan tersebut dapat tersampaikan dan
dapat pula dicerna oleh komunikan.
Isi pesan dalam dakwah merupakan bahan
atau materi yang dipilih dan ditentukan oleh komunikator untuk mengkomunikasikan
segala sesuatu tentang dakwah. Isi pesan apapun yang utama hadir melalui
pikiran, ada kalanya juga perasaan, tetapi hanya merupakan faktor pengaruh
saja. Isi pesan yang baik, perlu diketahui sampai atau tidaknya kepada para
komunikan.
Pesan dalam dakwah dapat dikemas
dari berbagai aspek, salah satunya dengan karya sastra puisi. Puisi merupakan
jenis karya sastra yang mengungkapkan penggambaran oleh penyair secara kreatif
dan imajinatif yang disusun dengan bahasa-bahasa yang indah. Perkembangan puisi
di Indonesia tidak bisa lepas dari peran penyair, baik yang berasal dari lingkungan
umum maupun dari pesantren. Bahkan penyair yang juga berstatus sebagai kiai.
Dari tahun ke tahun puisi-puisi yang dilahirkan para penyair santri ini, turut
mewarnai dan bahkan memperkaya khasanah sastra di tanah air. Salah satu puisi
tersebut dapat dicontohkan dalam karya-karyanya KH. A. Mustofa Bisri atau
sering dipanggil dengan sebutan Gus Mus.
Oleh sebab itu penulis memilih
judul: PESAN DAKWAH DALAM SYAIR-SYAIR PUISI KARYA KH. A. MUSTOFA BISRI DI
MEDIA SOSIAL YOUTUBE.
B.
Objek Kajian
Judul kajian yang saya pilih yaitu tentang puisi Gus Mus yang
berjudul “Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana”
1. Kajian
Memahami arti syair Gus Mus yang memuat tentang aqidah, akhlaq,
nasehat, dan ibadah.
2.
Kajian Formal
Pesan
dakwah:
Melalui
syair-syair puisi sebagai media penyampaian dakwah untuk
sarana introfeksi diri bagi kalangan masyarakat ke arah yang lebih baik
terkutip pada salah satu puisi gus mus yang berjudul selamat tahun baru kawan yang berisi pesan dakwah agar masyarakat
dapat berintopeksi diri, dan selalu memperbaiki diri sehingga pada tahun yang
akan datang kita tidak mengikuti tradisi non Islam, marilah kita manjadikan
tahun baru untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah, dan berzikir mengigat
Allah di mana pun kita berada. Penyampaikan pesan dakwah mengunakan metode dakwah
bil Qolam jangakuanya sanagat luas sehingga masyarakat
dapat mengaksesnya kapan pun jika membutuhkan, sehingga
masyarakat cenderung tidak cepat bosan dengan penyampaian dakwah seperti
kebanyakan yang monoton dalam penyampaian sebuah
pesan dakwah.
C.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana isi pesan dakwah dalam Antologi Puisi?
2. Bagaimana karakter pesan dakwah dalam Antologi Puisi?
D.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui isi pesan dakwah dalam Antologi Gus Mus.
2. Untuk mengetahui karakter pesan dakwah dalam Antologi Gus Mus.
E.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi masyarakat
Dengan adanya syair yang mengandung pesan dakwah dan moral membuat kita
lebih memahami apa yang dimaksud dari syair tersebut. Juga dapat menjadikan
intropeksi dalam diri akan pesan dakwah dalam syair tersebut.
2. Manfaat praktisi dakwah
Sarana menyampaikan dakwah
melalui seni yakni syair diharapkan mampu menambah dan memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan di bidang dakwah.
3. Manfaat
bagi peneliti
Bisa meneliti bagaimana cara
penyusunan syair yang indah dan baik agar tersampaikan pesan dakwahnya secara
praktis dan efisien.
F.
Kontribusi
Penulis ingin mengutarakan bahwa
penggunaan media sosial juga bisa digunakan untuk berdakwah dan juga isi dari dakwah
tersebut sebagai bagian kecil dari term of reference akademis mengenai
penerapan prinsip ketegasan, kejujuran, dan straight to the point dalam
berdakwah sebagai bagain dari prisip tersebut dalam dakwah Syair Gus Mus di
media sosial. Dan juga bisa menjadi panduan bagi da’i, baik pemula maupun ahli
dalam mempraktekkan prinsip tersebut, baik langkah maupun teknisnya.
G.
Tesis Stetmen
Dalam penelitian ini, peneliti ingin menemukan
nilai-nilai pendidikan dan agama yang terkandung dalam beberapa syair Gus Mus.
H.
Paradigma
Naturalis
Syair, puisi, pantun
dan sajak. Ketika karya sastra itu mempunyai pengertian yang berbeda, banyak
sekali orang awam yang belum terlalu mengerti mengenai sastra menyamakan hal
tersebut. Pengertian
Syair adalah puisi atau karangan sastra melayu lama dengan bentuk terikat dan
mementingkan irama sajak.
Apabila kita menggali
lebih dalam mengenai Pengertian Syair, syair secara bahasa berasal dari bahasa
melayu Syu’ur yang artinya perasaan. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
syair adalah puisi lama yang tiap bait terdiri atas empat larik yang berakhir
dengan bunyi yang sama. Orang yang membacakan syair atau membuat syair disebut
penyair atau pujangga. Syair seperti dalam pengertiannya adalah bentuk yang
terikat, sehingga ia mempunyai aturan-aturan tersendiri.
Syair ini berasal dari
melayu dan Hamzah Fansuri lah yang kebanyakan berkontribusi dalam pembuatan
syair khas melayu. Banyak sekali macam-macam syair dalam sastra, diantaranya
adalah syair panji, syair kiasan, syair romantis, syair sejarah, dan syair
agama. Pengertian Syair panji adalah syair dengan cerita suatu kejadian dan
keadaan dalam istana. Syair kiasan berisi tentang perumpamaan terhadap suatu
peristiwa, syair romantis adalah syair yang berisi mengenai kisah cinta, syair
sejarah adalah syair yang didasarkan pada suatu peristiwa atau tokoh yang
bersejarah, dan syair agama adalah syair yang menceritakan mengenai agama.
Syair agama ini masuk seiring dengan perkembangan agama islam di Indonesia
sehingga syair-syair ini banyak yang berkaitan dengan agama islam, syair agama
ini juga dibagi menjadi beberapa jenis lagi.
I.
Landasan Teori Konstruksi
Manusia selalu bertindak sebgai agen
dalam mengkonstruksikan realitas kehidupan sosial. Teori ini
memunculkan teori interaksionisme dan juga muncul dalam perpektif etnomenologi.
Perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku objek alam. Manusia
yang selalu bertindak sebagai agen dalam mengkonstruksi realitas kehidupan
sosial. Menurut Max Weber tindakan individu sebagai pusat kajiannya,
mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang mengusahakan pemahaman
interpretative mengenai tindakan sosial. Tindakan sosial berhubungan dengan
rasionalitas, pola rasionalitas yang ada tidak sekedar bagian dari individu
tapi meluas ke dalam masyarakat.
Manusia mengkonstruk realitas sosial
meskipun melalui proses subjektif namun dapat berubah menjadi objektif. Proses
konstruktif melalui pembiasaan tindakan. Teori konstruksi sosial lebih
mengembangkan antara struktur masyarakat dan individu dibandingkan dengan
fenomenologi. Rekonstruksi dan sintesanya mengandung bias karena cenderung
hanya membongkar struktur logika sebagai prespektif teoritik.
BAB II
PESAN DAKWAH DALAM SYAIR-SYAIR PUISI KARYA KH. A. MUSTOFA BISRI DI
MEDIA SOSIAL YOUTUBE.
A. Pesan Dakwah
Pesan dakwah ialah suatu hal yang
disampaikan oleh pendakwah kepada mad’u bertujuan untuk mengajak dalam hal
kebaikan baik secara lisan maupun tertulis, ataupun melalui media sosial,
seperti film. Pesan dakwah mengajak kita untuk senantiasa beriman dan menaati
Allah sesuai dengan Aqidah, syariat dan akhlaq. Pesan dakwah terdiri dari
ajaran agama islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Jika bertentangan
tidak dapat disebut pesan dakwah.
Dalam setiap syair
selalu mengandung pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada penikmatnya. Pesan-pesan tersebut biasanya mengandung/menggambarkan suatu
kondisi atau situasi dalam kehidupan kita. Apalagi syair Gus Mus yang berjudul “Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus
Bagaimana.” Menggambarkan keadaan ketidakadilan di Indonesia saat ini yang
sedang dikuasai oleh pemerintah, koruptor, dan politikus.
B. Seni Budaya
Dari aspek seni dan budaya pesan
dakwah dapat juga disesuaikan dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat. Melalui seni dan budaya dakwah lebih diterima dengan
baik oleh masyarakat karena dengan menggunakan seni dan budaya masyarakat bisa
mendapatkan hiburan sekaligus pesan dakwah yang terkandung di dalamnya. Seperti yang terkandung dalam syair-syair Gus
Mus yang masyhur bahasa yang digunakan banyak kiasan namun dimengerti.
C. Media Sosial
Youtube
Media sosial diartikan sebagai media
online yang biasanya digunakan untuk banyak hal
yaitu mengakses informasi, melihat film, berhubungan dengan orang yang
jauh, dll. Salah satu media sosial yang banyak dikunjungi oleh masyarakat yaitu
youtube.
Youtube menyajikan macam-macam video-video, dari video yang lagi fenomenal
sampai film-film pun juga bisa kita akses melalui youtube. Orang-orang sekarang lebih tertarik melihat
youtube dari pada televisi karena youtube apa yang ada di televisi bisa kita
lihat di youtube sedangkan yang ada di youtube belum tentu ada di televise.
Youtube juga bisa digunakan sebagai
dakwah oleh seseorang dengan cara dia membuat film religi, membuat vlog tentang
agama, memposting pengajian-pengajian, jadi youtube adalah Media Sosial yang
sangat bermanfaat jika kita gunakan dengan benar
D. Masyarakat
Millenial
Masayarakat Milenial atau yang disebut juga
dengan masyarakat modern adalah masayarakat yang hidup pada masa sekarang yang
mempunyai nilai – nilai budaya yang cenderung ke kehidupan masa kini, atau yang
disebut zaman now. Pada umumnya masayarakat Milenial lebih suka tinggal di
daerah perkotaan, karena di perkotaan mereka lebih banyak mendapatkan fasilitas
teknologi yang memadai.
Masayarakat milenial sekarang
cenderung lebih kritis, dan ingin mendapatkan sesuatu dengan praktis, dan
mereka selalu berpikiran maju tentang informasi yang ada saat ini.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai Syair Kau Ini Bagaimana
atau Aku Harus Bagaimana karya KH. Musthofa Bisri dengan tinjauan antropologi
sastra memaparkan hal-hal sebagai berikut:
A. Jenis dan
Strategi Penelitian
Sesuai dengan
karakteristik penelitian kualitatif deskriptif, strategi penelitian yang
digunakan yakni penelitian studi kasus tunggal atau embedded and case study (Sutopo,
2002:111-112). Alasan pemilihan strategi ini dengan tujuan penelitian yang
telah dirumuskan 10 terlebih dahulu, sedangkan Syair Gus Mus merupakan karya individu pengarang dan bersifat khas sehingga
simpulan yang diperoleh tidak dapat digeneralisasikan.
B. Subjek dan
Objek Penelitian
Objek material
yang digunakan peneliti yakni Syair Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana. Peneliti menggunakan objek formal.
C. Data dan Sumber
Data
Data penelitian
ini berupa kutipan-kutipan kata, kalimat, dan wacana yang terdapat dalam syair Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus
Bagaimana karya Kh. A. Musthofa
Bisri. Sumber data primer penelitian ini
adalah dalam syair Kau
Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana karya Kh. A. Musthofa
Bisri., sedangkan data sekunder berupa
buku-buku artikel ilmiah, dan laporan penelitian yang pernah dilakukan terhadap
kajian antropologi sastra dan aspek religiusitas. Penelitian ini juga
menggunakan data-data penunjang dari berbagai sumber, yaitu internet dan media
cetak lainnya.
D. Teknik
Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Teknik dokumentasi ini dilakukan dengan cara melihat beberapa
buku buku syair Sujiwo Tedjo dan Cak Nun, kemudian menganalisis tiap-tiap syair.
b. Studi Pustaka
Mencari dengan
cara penelusuran terhadap literature untuk mencari data mengenai teori-teori
seperti semiotika, syair, moral Islam yang dapat mendukung penelitian ini.
E. Keabsahan Data
Dari keempat
teknik trianggulasi tersebut, penelitian ini menggunakan dua teknik
trianggulasi, yakni teknik trianggulasi data dan trianggulasi teori. Cara ini
mengarahkan peneliti untuk mengumpulkan data dengan menggunakan beragam sumber
yang tersedia sebab data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya
jika digali dari beberapa sumber yang berbeda. Dalam trianggulasi data,
digunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama.
F. Teknik Analisis
Data
Dalam analisis
antropologi sastra, diteliti menggunakan metode dialektik. Metode dialektik
adalah metode strukturalisme genetik yang ditawarkan Goldman. Kajian ini
mempergunakan metode yang dikembangkan oleh Lucien Goldmann untuk penerapan
S-G, yaitu metode dialektik. Model pembacaan dalam penelitian ini menggunakan
model pembacaan Rifaterre. Model pembacaan Rifaterre meliputi model pembacaan
heuristik dan pembacaan hermeneutik.
G. Prosedur
Penilitian
Penelitian ini
dilakukan dengan lima tahapan. Tahap pertama, tahap persiapan. Tahap kedua,
penyusunan proposal. Tahap ketiga, pengumpulan data.
Tahap keempat, analisis data. Selanjutnya, data dianalisis yang
memuat religiusitas Islam dalam syair Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana. Tahap terakhir,
penulisan laporan penelitian. Penulisan laporan disusun sesuai dengan
sistematika yang telah direncanakan pada tahap penyusunan proposal.
BAB IV
PENYAJIAN DAN TEMUAN PENELITIAN
A.
Biografi Penyair
Dilahirkan di Rembang , 10 Agustus 1944, Gus Mus (KH.
Ahmad Mustofa Bisri) beruntung dibesarkan dalam keluarga yang
patriotis, intelek, progresif sekaligus penuh kasih sayang. Kakeknya (H.
Zaenal Mustofa) adalah seorang saudagar ternama yang dikenal sangat
menyayangi ulama. Dinaungi bimbingan para kiai dan keluarga yang saling
mengasihi, yatim sejak masih kecil tidak membuat pendidikan anak-anak H. Zaenal
Mustofa terlantar dalam pendidikan mereka. Buah perpaduan keluarga H. Zaenal
Mustofa dengan keluarga ulama bahkan terpatri dengan berdirinya “Taman
Pelajar Islam” (Roudlatuth Tholibin), pondok pesantren
yang kini diasuh Gus Mus bersaudara. Pondok ini didirikan tahun 1955 oleh ayah
Gus Mus, KH. Bisri Mustofa. Taman Pelajar Islam secara
fisik dibangun diatas tanah wakaf H. Zaenal Mustofa, dengan pendiri dan
pengasuh KH Bisri Mustofa sebagai pewaris ilmu dan semangat pondok pesantren
Kasingan yang terkemuka diwilayah pantura bagian timur waktu itu, dan bubar
pada tahun 1943 karena pendudukan Jepang. KH. Bisri Mustofa sendiri adalah
menantu KH. Cholil Harun, ikon ilmu keagamaan (Islam) di
wilayah pantura bagian timur (Anshari, et.al.,2005: 34). Ayah Gus Mus sangat
memperhatikan pendidikan anak-anaknya, lebih dari sekedar pendidikan formal.
Meskipun otoriter dalam prinsip, namun ayahnya mendukung anaknya untuk
berkembang sesuai dengan minatnya.
Menikah dengan Hj. Siti fatmah (1971), mereka
dikaruniai 7 anak (6 putri, 1 putra bernama M. Bisri Mustofa), dan
13 cucu. Yang semakin langka dalam keluarga masa kini, namun nyata berlangsung
dalam keluarga Gus Mus adalah hubungan saling menghormati, saling menyayangi
diantara sesama anggota keluarga. Sebagai ilustrasi, kiprah sang ayah di dunia
politik (Anggota Majelis Konstituante, 1955; Anggota MPRS, 1959; Anggota MPR,
1971), tidak dengan sendirinya membuat Gus Mus tertarik kepada dunia politik.
Jika akhirnya Gus Mus terjun juga ke dunia politik (1982-1992 anggota DPRD Jawa
Tengah; 1992-1997 Anggota MPR RI) itu lebih karena pertimbangan tanggung jawab
yang tak bisa dielakkannya, mengingat kapasitas-kapasitasnya. Dengan mengambil
sikap-sikap politik yang sulit, Gus Mus sangat memperhitungkan restu
keluarganya, terutama ibundanya Hj. Ma’rufah, selain istri dan
anak-anaknya.
1. Disiplin Menulis
KH. Bisri Mustofa penulis Tafsir al-ibris yang
masyhur, di zamannya termasuk ulama ‘nyeleneh’ karena bekerja sebagai penulis.
Beliau dikenal kemampuannya menerjemahkan kitab-kitab klasik berbahasa Arab
menjadi bacaan indah sekaligus mudah difahami.
Produktivitas menulis keluarga ulama ini, khususnya
produktivitas kepenulisan KH. Bisri Mustofa dan KH. Misbach
Mustofa (keduanya putra H. Zaenal Mustofa) baik dalam bahasa
Indonesia, Jawa mmaupun bahasa Arab mendorong inovasi diadakannya pelatihan
menulis dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan kitab dalam bahasa Indonesia
bagi para santri Taman Pelajar Islam (1983) yang diprakarsai adik Gus Mus KH
M. Adib Bisri. Ketika itu kemampuan menulis dalam bahasa Indonesia
rata-rata santri sangatlah minim.
Gus Mus sendiri bersama kakaknya KH M. Cholil
Bisri, sejak muda mempunyai kebiasaan menulis sajak dan saling
berlomba untuk dipublikasikan. Gus Mus yang suka membaca sejak masa
kanak0kanak, tulisannya sejak remaja sudah banyak dimuat berbagai mdia masa
termasuk Kompas (Kompas Minggu 9 Januari 1997:2).
(Untuk menghindarkan diridari ‘bayang-bayang’ nama besar ayahnya, Gus Mus
pernah menggunakan nama M. Ustov Abi Sri sebagai
pseudonimnya). Pentas baca puisinya yang pertama (1980-an) telah menuai banyak
pujian dan Gus Mus segera dikukuhkan kehadirannya sebagai “bintang baru’ dalam
dunia kepenyairan Indonesia. Ia menjadi satu-satunya penyair Indonesia yang
menguasai sastra Arab (bukan sekedar terjemahannya). Kini sajak-sajak Gus Mus
terpampang hingga ruangan kampus Universitas Hamburg (Jerman). Tulisannya
tersebar luas diantaranya bisa kita baca di Intisari, Horison, Kompas,
Tempo, Detak, Editor, Forum, Humor, DR, Media Indonesia, Republika, Suara
Merdeka, Wawasan, Kedaulatan Rakyat, Bernas, Jawa Pos, Bali Pos, Duta
masyarakat (Baru), Pelita, Panji Masyarakat, Ulumul Qur’an, Ummat, Amanah,
Aula, Mayara. Pada majalah Cahaya Sufi (Jakarta),
MataAir (Jakarta), MataAir (Yogyakarta), Almihrab (Semarang)
Gus Mus duduk sebagai Penasehat.
Karena dedikasinya dibidang sastra, Gus Mus banyak menerima
undangan juga dari berbagai negara. Bersama Sutardji Colzoum bachri, Taufiq
Ismail, Abdul hadi WM, Leon Agusta, Gus Mus menghadiri perhelatan puisi
di Baghdad (Iraq, 1989). Masyarakat dan mahasiswa Indonesia
menunggu dan menyambutnya di Mesir, Jerman, Belanda, Perancis, jepang,
Spanyol, Kuwait, Saudi Arabia (2000). Fakultas Sastra Universitas
Hamburg, mengundang Gus Mus untuk sebuah seminar dan pembacaan puisi
(2000). Universitas Malaya (Malaysia) mengundangnya untuk
seminar Seni dan Islam. Sebagai cerpenis, Gus Mus menerima penghargaan “Anugerah
Sastra Asia” dari Majelis Sastra (Mastera,Malaysia, 2005).
Membaca sajak saat berdakwah, bukan hal baru di kalangan
pesantren. Tapi, membaca sajak sebagaimana dilakukan Gus Mus dengan
sajak-sajak mbeling atau ‘puisi balsem’ (balsem adalah obat
gosok penghilang pening)-nya, memang baru Gus Mus yang memulai (Kompas Minggu,
9 Janurai 1997: 2). Sajak-sajak Gus Mus menjadi medium bagi Gus Mus untuk
mengkomunikasikan berbagai situasi sosial yang aktual dengan para
santri/asudiens-nya. Dengan bangkitnya keingintahuan santri dan para audiens,
terbukalah dialog sehingga terbuka harapan akan meningkatnya pemahaman yang
lebih untung tentang diri sendiri, sesama, situasi lingkungan dan agama.
Dedikasi Gus Mus di dunia puisi disambut oleh seniman-seniman
lain. Sebuah group band anak muda pernah mengaransir lagu untuk puisi Gus Mus.
Bersama Idris Sardi Gus Mus menyuarakan keprihatinannya
tentang persatuan bangsa dalam pagelaran karya musik dan puisi bertajuk “Satu
Rasa Menyentuhkan Kasih Sayang” di Gedung Kesenian Jakarta, 22 Maret
2006 (Kompas, 23 Maret 2006: 15). Tahun 2008 Gus Mus berkenan
menulis lirik lagu diantaranya berisi parodi tentang bagaimana manusia
mempertaruhkan ‘kaki’, ‘kepala’, bahkan ‘dada’ demi sekdar ‘kesenangan
(kekuasaan) mempermainkan bola’—utnuk lagu Sawung Jabo (belum dipublikasikan).
Kepedulian Gus Mus yang tercurah media massa melahirkan konsep ‘MataAir’. Konsep
ini mewadahi mimpinya tentang media alternatif yang berupaya
memberikan informasi yang lebih jernih, yang pada awalnya merupakan respons
atas keprihatinannya terhadap kebebasan pers yang
sangat tidak terkendali (setelah Orde Baru tumbang, 1998). Meski belum
sepenuhnya hadir seperti yang diharapkan Gus Mus, konsep ‘MataAir’ iini
akhirnya terwujud dengan diluncurkannya situs MataAir, gubuk
maya Gus Mus di www.gusmus.net (2005), kemudian
disusul penerbitan perdana majalah MataAir jakarta (2007) dan
MataAir Yogyakarta (2007). ‘MataAir’ mempunyai motto: “Menyembah Yang Maha
Esa, Menghormati yang lebih tua, Menyayangi yang lebih muda, mengasisih
sesama”.
Masyarakat juga menikmati inovasi lain sebagai buah dari tradisi
menulis keluarga Mustofa ini. Pada pernikahan keempat putrinya, untuk
masing-masing Gus Mus menerbitkan sebuah buku yang dibagikan sebagai cindera
mata bagi para tetamu. Tiga diantaranya Kado pengantin (kumpulan
nasehat untuk pengantin yang ditulis tokoh kiai dan cendekiawan, 1997), Bingkisan
Pengantin (antologi puisi tokoh penyair, 2002), Cerita-Cerita
Pengantin (kumpulan cerpen yang ditulis para tokoh cerpenis, 2004).
2. Disiplin dalam Organisasi dan
Politik
Sejak muda Gus Mus adalah probadi yang terlatih dalam disiplin
berorganisasi. Sewaktu kuliah di Al Azhar Cairo, bersama KH Syukri
Zarkasi (sekarang Pengasuh Ponpes Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur),
Gus Mus menjadi pengurus HIPPI (Himpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia) Divisi
Olah Raga. Di HIPPI pula Gus Mus pernah mengelola majalah organisasi (HIPPI)
berdua saja dengan KH. Abdurrahaman Wahid (Gus Dur).
Tidak berbeda dengan para kiai lain yang memberikan waktu dan
perhatiannya untuk NU (Nahdlatul Ulama), sepulang dari Cairo Gus Mus berkiprah
di PCNU Rembang (awal 1970-an), Wakil Katib Syuriah
PWNU Jawa Tengah (1977), Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa
Tengah, hingga Rais Syuriyah PBNU (1994, 1999). Tetapi
mulaitahun 2004, Gus Mus menolak duduk dalam jajaran kepengurusan
struktural NU. Pada pemilihan Ketua Umum PBNU 2004-2009, Gus Mus menolak
dicalonkan sebagai salah seorang kandidat.
Sebagai konsekuensinya, Gus Mus tidak sekedar ‘kehilangan’
kesempurnaan memimpin NU –dalam arti struktural-- namun juga dialamatkannya
tudingan bahwa ia sekadar tokoh ‘lemah’, ‘ragu-ragu’, ‘tidak tegas’, ‘tidak
serius’ terhadap –bahkan ‘cuci tangan’ dari persoalan-persoalan NU (Anshari,
et.al., 2005: 114). Sementara bagi Gus Mus, dengan ‘berada di luar orbit’, ia
justru bisa ‘menjadi kiai umat tanpa membedakan latar belakang, warna pakaian
dan politik’ (idem: 97). “Saya harus bisa mengukur diri sendiri. Mungkin lebih
baik saya tetap berada di luar, memberikan masukan dan kritikan dengan cara
saya,” jelasnya (Khairina & Kristanto, 2004: 16 kolom 4). “Kalau saya
biasanya mendoa, ya saya akan mendoa. Kalau semua orang misalnya mau mengukur
dirinya sendiri, insya Allah baik bagi dirinya, baik juga bagi umat”.
Pada periode kepengurusan NU 2010 – 2015, hasil Muktamar NU ke
32 di Makasar Gus Mus diminta untuk menjadi Wakil Rois Aam Syuriyah PBNU
mendampingi KH. M.A. Sahal Mahfudz. Pada bulan Januari tahun
2014, KH M.A. Sahal Mahfudh menghadap kehadirat Allah, maka sesuai AD ART NU,
Gus Mus mengemban amanat sebagai Pejabat Rois Aam hingga muktamar ke 33 yang
berlangsung di Jombang Jawa Timur. Pada muktamar NU di Jombang, Muktamirim
melalui tim Ahlul Halli wa Aqdi, menetapkan Gus Mus
memegang amanat jabatan Rois Aam PBNU. Namun Gus Mus tidak menerima Jabatan
Rois Aam PBNU tersebut dan akhirnya Mukatamirin menetapkan Dr. KH.
Ma’ruf Amin menjadi Rois Aam PBNU periode 2015-2020.
Berdisiplin dalam memelihara rasa tanggung jawab, juga membuat
Gus Mus bergeming terhadap godaan kursi empuk kekuasaan struktural di dunia
politik. Tidak seperti kebanyakan politikus dengan segala daya dan cara merebut
mendapatkan dan mempertahankan kedudukannya, Gus Mus pernah menolak duduk
kembali di kursi legislatif. Meskipun pencalonannya sudah di tetapkan, beliau memutuskan
mundur dari pemilihan sebagai ‘wakil rakyat’. Alasan beliau, karena ragu bisa
mempertanggungjawabkan posisinya jika terpilih. Berdasarkan pengalaman
sebelumnya, Gus Mus merasa apa yang bisa diberikannya kepada rakyat tidak
sebanding dengan apa yang diterimanya dari rakyat (Khairina dan Kristatnto,
2004: 16).
Termasuk disipilin dalam berpolitik, Gus Mus juga selalu
terlalu arif untuk membawa kelompok maupun kepentingan dirinya sendiri. Mantan
Pemimpin Redaksi tabloid Detik Eros Djarot menyatakan bahwa
sebagai Kiai, Gus Mus tidak bernafsu ‘mengolah’ para pendukung, simpatisan dan
santrinya menjadi sekadar alat perjuangan politk demi kekuasaan. Ada pula yang
mencatat bahwa menjelang Pemilu 1987, melalui KH Sahal Mahfudz (senior
Gus Mus di kepengurusan struktural NU) seorang kader parpol gagal membujuk Gus
Mus menjadi direktur sebuah perusahaan yang akan didirikan sang kader bersama
kelompoknya. Gus Mus bahkan rela mengurungkan ralisasi impiannya memiliki
percetakan untuk menerbitkan sndiri karya-karyanya ketika mengetahui dananya
berasal dari sumber yang sama (Asma et.al., 2005: 85-86)
Dalam dunia politik, pemihakan Gus Mus selalu jelas dan
konsisten: yakni kepada rakyat yang selalu terpinggirkan. Sebagai Anggota Dewan
misalnya (1982-1992 Anggota DPRD Jawa Tengah; 1992-1997 Anggota MPR RI), untuk
mendengarkan aspirasi rakyat, tidak jarang Gus Mus dengan biaya sendiri
mengadakan kunjungan di luar protokoler biasanya dalam kemasan pengajian dan
ini dilakukan tidak terbatas di wilayah yang menjadi konstituennya. “Suatu
kebiasaan yang berlaku di dewan saat itu adalah masing-masing anggota hanya
mengurus dan mengedepankan kepentingan daerahnya. Tidak ada anggota dewan
yang concern terhadap urusan daerah secara integral,” Kata Gus
Mus (Asma et.al.,2005: 80).
Atmosfer di lingkungan legislatif memang tidak cukup kondusif
bagi hati nurani Gus Mus. Gus Mus sampai malu dan menghindar dari menerima
gaji. Seperti kata Gus Mus: “...antara kinerja dan gaji yang diberikan tidak
imbang. Jauh lebih besar gaji yang diterima.” (idem: 82). Puncak akumulasi
ketidakberdayaan Gus Mus di parlemen daerah tertuang dalam Puisi Balsem
dari Tunisia (dalam Ohoi, Kumpulan Puisi-Puisi Balsem, Bisri,
1988, cet.1) (idem:85). Karena merasa fungsinya tidak efektif,
akhirnya Gus Mus mengundurkan diri: “ ...mungkin saya bisa melihat
ketimpangan-ketimpangan dan kesalahan-kesalahan, tetapi apakah saya bisa ikut
--tidak hanya memberi teguran namun—mencarikan solusi dan pemecahan?’ (Asma
et.al., 2005: 116).
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Puisi ini sangat keras
mengkritik cara kemunafikan politik sang pemerintah dan pemangku kepentingan
pada zaman itu. Bahasanya yang lugas tegas, transparan. Tidak seperti
biasanya para penyair lain yang bermain dengan keindahan kata-kata, Ahmad
Mustofa Bisri, atau lebih kenal dengan nama Gus Mus mampu menyodorkan kedalaman
refleksinya tentang situasi zaman kala itu dalam baitan puisi yang pantas
dikenang. Hasil kekayaan refleksinya ini ternyata bukan hanya untuk dikagumi
akan tetapi menjadi catatan kritis sepanjang masa.
Puisi Aku Harus
Bagaimana bukti kedalaman refleksi Gus Mus menjadi pesan moral bagi warga
bangsanya.
B.
Saran
Dari penelitian
serta kesimpulan, peneliti dapat menyarankan:
1.
Bagi penyair, buatlah syair dengan kata yang lugas dan
enak didengar usahakan menceritakan suatu kondisi yang real nyata.
2.
Bagi penikmat syair, agar dapat menjadi pendengar yang
dapat mengambil pesan moral yang tekandung dalam setiap baitnya, juga meresapi
apa yang disampaikan oleh syair tersebut. Dan bisa berpikir logis dan kritis
agar syair tersebut bisa menjadi bermanfaat untuk kehidupan Anda.
SUMBER
1.
Skripsi
Judul : Pesan
Dakwah Dalam Puisi Gus Mus
2.
Jurnal
Judul:
Dakwah Melalui Media Sosial Facebook
3.
Link Youtube
4.
Link tentang Gus Mus
Komentar
Posting Komentar